Kamis, 06 Januari 2011

bisnis mainan edukatif

BISNIS MAINAN EDUKATIF

Siti Aisah Farida rela melepaskan status sebagai Dosen Ekonomi di UT demi mengembangkan usaha pembuatan alat peraga Tk. Siti sukses memproduksi mainan edukatif dengan omzet per tahunnya mencapai Rp 900 juta.
Musim liburan sekolah baru aja usai dan tahun ajaran baru pun sudah dimulai. Khusus untuk lembaga pendidikan prasekolah dan Taman Kanak-kanak (TK), tahun ajaran baru bisa berarti harus menyediakan dan menambah lagi alat permainan edukatif untuk murid-murid baru.
Karena boleh jadi mainan atau alat peraga yang dimiliki sudah tak layak lagi. Maka, sudah jauh-jauh dari pengelola lembaga pendidikan tersebut memesan alat peraga baru ke produsennya.
Salah satu produsen alat peraga TK yang kebanjiran pemesanan menjelang tahun ajaran baru adalah Hanimo. Di workshop sekaligus kantornya di bilangan sawangan, Depok, beberapa alat peraga dan permainan edukatif lainnya nampak yang sudah dipilah-pilah berdasarkan nama pemesan. Bahkan, diantaranya sudah terbungkus rapi dan siap dikirim ke pemesan di luar jawa.
“Waduh mas, kalau tahun ajaran baru ini saya dan karyawan sampai klenger (pingsan) menerima dan mengerjakan pemesanan. Bahkan, ada pesanan yang sampai waktunya belum selesai karena kendala sumber daya manusia. Kadang ada karyawan yang sakit atau tidak masuk kerja dan itu bisa menghambat proses produksi. Terkadang tidak bisa didelegasikan ke karyawan lain, karena masing-masing punya tugas dan keahlian sendiri-sendiri. Ada yang bisa cuma mengecat, ada yang khusus kayu dan mengelas besi, ada juga yang ahli menggambar”, papar Siti Aisah Farida, pemilik Hanimo.
Sudah sejak tahun 1998, Siti bersama suaminya Yudiono bahu membahu mengelola Hanimo. Sejak itu pula ratusan item produk dibuat untuk melayani lembaga pendidikan prasekolah dan TK yang ada di Jakarta dan luar Jakarta, termasuk dari luar Jawa.
“Pendidikan tak terhenti, termasuk pendidikan anak-anak. Apabila sekarang kan tak terbatas hanya playgroup dan TK. Tapi juga ada pendidikan pra TK lain seperti PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan BKB (Bina Keluarga Balita). Jadi pasarnya masih terbuka karena mainanan edukasi masih tetap dibutuhkan,” sambung Siti yang mantan Dosen ini.
Siti sebelumnya memang tercatat sebagai dosen ekonomi di kampus Universitas Terbuka (UT), Pondok Cabe, Tangerang sejak tahun 1987. Setelah melalui pertimbangan, tahun 1977 Siti mengundurkan diri sebagai dosen supaya tidak fokus mengembangkan Hanimo yang ketika itu sudah banyak menerima pesanan. Berbisnis alat peraga TK memang bukan hal baru buat ibu dua anak ini. Siti adalah salah satu anak almarhumah Hj. Nurohmah Sunarto, pemilik CV Mataram Indah yang sejak tahun 1972 dikenal sebagai produsen alat peraga TK di Yogyakarta.
“Waktu saya diterima sebagai dosen di UT, saya juga bawa produksi Mataram Indah ke Jakarta. Tahun 1988, saya buka alat khusus peraga TK di kawasan Cirendeu, Jakarta Selatan.Saya juga jemput bola, mendatangi sekolah-sekolah TK yang ada di Jakarta dan sekitarnya sambil menawarkan produk. Dari situ, produk buatan ibu saya mulai di kenal di Jakarta,” kisah Siti. ” Sekarang, Mataram Indah dikelola adik saya. Bahkan Mataram Indah sekarang juga sudah buka Rumah Makan Ikan Segar Mataram Indah di Yogyakarta.”
Setelah menikah dengan Yudiono, koleganya di UT tahun 1989, Siti berniat membuka sendiri sebagian alat peraga TK. Dibantu beberapa tukang, Siti mencoba memproduksi alat permainan edukatif dengan segmen sedikit di bawah Mataram Indah yang mengincar pasar TK-TK menengah atas. Awalnya sebatas memproduksi mebeler (bangku dan meja TK). Sayangnya, setahun kemudian tempat usahanya di Cirendeu dipindah karena lahannya dipakai si pemilik tanah. Bersama keluarga, Siti akhirnya memilih sebidang tanah di kawasan Sawangan, Depok sebagai rumah baru dan sekaligus tempat usahanya. Belakangan, usahanya dinamakan Hanimo,yang merupakan gabungan nama panggilan dua anak lelakinya, Han-han dan Imo.
Meski sudah memproduksi sendiri, tapi untuk beberapa item produk yang tidak dibuatnya, Hanimo masih mendatangkan dari Jogja. Begitu juga untuk membuat alat permainan lainnya yang berbahan baku besi, seperti ayunan, seluncuran ataupun titian besi, Siti men-sub-kannya ke tukang las yang ada didekat rumahnya.
“Awalnya mereka tidak dibelakang workshop dan showroom Hanimo.Tapi, untuk lebih praktis dan memudahkan produksi, kami sewa lahan dibelakang rumah sebagai bengkel,” terang perempuan kelahiran Yogyakarta, 15 Februari 1959 ini. Saat ini kantor dan showroom Hanimo menempati lahan seluas lebih dari 200 m2. Di belakang bangunan berbentuk semi permanen tersebut, berdirilah rumah tinggal Siti dan keluarga.Tersebar tapi saling berdekatan dengan bengkel Hanimo. Ada bengkel khusus las dan besi, Ada juga bengkel yang khusus untuk melukis dan mengecat.
Rencananya, Siti akan membangun workshop sekaligus showroom dalam satu atap di lahan seluas 700 m2 yang sudah dibelinya, tak jauh dari tempat tinggalnya sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar