Kamis, 04 November 2010

hening

Hening

Tuhan menjatuhkan air hujan pagi ini ketika aku terbangun tanpa mimpi,hidupku terasa berat untuk memulai hari kakiku terasa tak mau bergerak walau jiwa telah berdiri. Hari ini memang hari minggu, tapi aku merasa ada sesuatu yang harus ku kerjakan. Ada hal yang tengah menungguku di sudut kampusku, dan benar saja aku beranjak pergi walau tanpa ada tujuan kakiku melangkah tanpa ragu melintasi lorong kampus yang gelap dan tak berpenghuni karna memang tak ada perkuliahan di hari minggu. Tapi untuk apa aku kesini? sebenarnya aku bertanya, Tanya dalam hati apakah yang memanggilku datang kemari apa yang membuatku ingin duduk di tangga lantai 3 yang tiap sudutnya terisi banyak debu pagi ini.

Aku hanya sendiri tapi begitu terasa hangat di sini, seolah tempat ini begitu akrab dan nyaman untukku. aku baru sadar aku tak memakai sepatu, tapi anehnya aku sama sekali tak merasa kedingina. Bahkan tubuhku terasa lebih hangat dari pada biasanya. Tapi disini begitu sepi aku tak dapat mendengar suara apapun namun aku juga tak ingin pergi beranjak. lalu aku mulai saja bernyanyi, memang lagunya sudah sangat lama,tapi hari ini aku hanya ingin memanggil namanya.

“Mama”
Rasanya pagi ini aku belum sempat berpamitan dengannya sewaktu berangkat, tapi memang pagi tadi kulihat tak ada orang dirumah. Kemudian aku mulai saja bersuara.
“just for my mom I write this song just for my mom I sing this couse’ just my mom get out my tears couse’ just my mom can only here you may say I have no one to cover me under the sun you only get it from your mom… mooommm……”

Suaraku menggema di seluruh ruangan,aku jadi tertawa sendiri mendengar suaraku, “jelek banget” Tapi kali ini aku tidak sendiri lagi, aku mendengar suara derap kaki melangkah, tapi dari mana? aku sudah melihat di sekitarku, tapi tak ada orang, Uuh…. Rasanya bulu kudukku sudah berdiri semua, keringat dingin ini sudah mulai keluar ketika suara langkah kaki itu mulai mendekat. Tapi tiba-tiba suara itu berhenti, betapa leganya hatiku.. aku jadi tersadar ingin pulang ah… e’ch suara kaki itu muncul lagi, kali in suaranya semakin dekat,dan pintu liftnya terbuka..
“Dinda!!! Kau membuatku kaget saja”.
Yang datang itu dinda teman satu angkatanku, tapi anak-anak bilang dia itu sedikit aneh pendiam dan hanya menunduk saja bisanya.
”Sedang apa kamu di sini din??”tanyaku.
”Menemuimu”.
Singkat sekali jawabannya dan terdengar sedikit aneh bagiku
”Kamu terkejut ya mendengar suara langkah kaki ku??”
”Sedikit” jawbku, padahal sebenarnya jantungku sudah mau copot ketika tiap derap langkahnya kurasakan semakin mendekat.
”Audrey, aku mau bilang padamu, tenang saja sebentar lagi mereka akan menjemptumu kok”.
Ucapnya dengan suara lirih, yang hampir tak bisa ku dengar, dan dia juga tidak menatapku.
”Menjemputku!! Aku pergi kesini sendiri, aku juga gak bilang minta di jemput. kenapa harus di jemput segala?”
”Begitu yah!! Apa kau tidak merasa aneh sendirian di sini?”
”Iya sih tapi tak tau kenapa rasanya aku nyaman duduk di sini, walaupun sedikit kotor, kamu sendiri apa kamu nggak aneh ada disini? Tapi kalo kamu sich nggak aneh ya”.
Lalu dia duduk disampingku, aku heran Dinda yang biasanya tak pernah mau banyak bicara, tumben sekali hari ini dia mau mengobrol denganku.
”Boleh aku bercerita?”(dia bertanya padaku)
”Cerita aja”
”Kau tau Audrey, kadang sesuatu yang terjadi pada kita mungkin tak pernah kita duga dan tak ada firasat sebelumnya, tapi jika sesuatu itu telah tejadi mungkin akan lebih baik merelakan apa yang terjadi dan meninggalkan yang bukan menjadi milik kita lagi bukan?” ucapnya.
”Iya kamu benar, kenapa memangnya? kamu lagi patah hati ya Din??”
Dia hanya menggelengkan kepalanya
”Lalu kenapa??”
”Aku Cuma ingin bertanya apa kau akan bisa merelakan yang telah terjadi pada dirimu walau sepahit apapun itu?”
Aku merasa pertanyaannya ini menyimpan suatu makna dan aku memang harus menjawab yang satu ini.
”Din, kita itu memang tidak akan tau apa yang akan terjadi karena bukan kita yang dapat mengatur jalan hidup kita, jika memang sesuatu telah tejadi pada kita aku rasa ikhlas adalah jalan yang paling benar, memang ada apa Din, kamu tidak mau menceritakannya padaku??”
Dia hanya terdiam saja lalu air matanya mulai mengalir, dia menangis tersedu-sedu membuatku tak berani bertanya lagi kepadanya, aku hanya dapat duduk diam di sampingnya karena untuk merangkulnya rasanya juga begitu jauh. Lantai tiga ini menjadi tak begitu asing lagi bagiku.walau Dinda masih mencoba menyeka air matanya, tapi aku tau ada sesuatu yang ingin dia katakan padaku
”Audrey kau adalah salah satu temanku yang baik meskipun kita jarang berbicara, kamu tidak pernah mengolok-olok ku seperti yang lainnya. aku hanya ingin bilang aku pasti akan merindukanmu, maaf aku tak bisa memberitahumu terlalu berat untukku, meskipun hanya untuk menceritakannya langsung padamu. Kau akan rela kan Audrey?? Jangan takut sendirian ya, seperti lagu yang kau nyanyikan, akan selalu ada ibu yang selalu menjaga dan mendo’akanmu”.
Aku tak bisa berkata apapun, karena aku juga tidak mengerti apa yang Dinda maksudkan, pembicaraan ini terlalu aneh bagiku, apa karena kata anak-anak dia bisa melihat hantu jadi bicaranya sedikit ngawur. Aku hanya tersenyum agar menghentikan isak tangisnya.
”Mereka akan menjemputmu tenang saja,aku pergi dulu ya!”
Dia melangkah dengan lemas menuruni tangga, sembari menahan tangis dan menyeka air matanya. Aku jadi sendiri lagi ni, tapi tidak, tiba-tiba diluar sangat ramai, ketika Dinda mulai meninggalkan pintu lobi, ada Ibu rektor, pengurus gedung dan juga ada polisi di sana. Tapi aku juga melihat ibuku diantara mereka, wajahnya merah sekaligus pucat pasi, air matanya mengalir deras lebih dalam sepertinya sakit yang dirasakan oleh ibuku. Akhirnya mereka sampai di lobi lantai satu kampusku ini, segera saja aku ingin berteriak memanggil ibiku.
”Iiiib.......”
Kuhentikan teriakanku, ibuku menjerit histeris di lantai dasar, kenapa fikirku!! kucoba menuruni tangga ini rasanya jauh sekali untuk bisa turun ke lantai 1 seperti mau turun dari gedung pencakar langit saja.. belum sampai aku di lantai satu, aku melihat sesosok tubuh dengan darah di sekujur tubuhnya serta berceceran di lantai loby, aku mendengar suara tangis ibuku yang diiringi anyir bau amis.. kenapa orang-orang ini datang bersama ibuku apa yang dilakukannya?? Sampailah aku kuhampiri ibuku ingin segera ku tanyakan apa tujuan belia hingga di hari minggu begini beliau datang ke kampusku, tapi aku terdiam ketika ibuku memeluk tubuh seorang gadis dengan baju hitam dan celana jeans belelnya dengan berlumuran darah, aku belum melihat wajahnya, akupun berputar mendekat, mencoba mencari tau siapa yang membuat ibu ku menangis begitu histeris. Dan apa yang aku lihat, semakin menimbulkan seribu pertanyaan tetapi, baju hitam itu baju praktekku,celana jeans itu celana yang ku beli sewaktu aku masih SMA, kenapa tas ku penuh dengan darah? mataku semakin tak ingin berkedip suaraku ingin keluar tapi tak sanggup, aku takut! tubuhku terasa ringan sepertinya aku akan pingsan. tapi tiba-tiba aku mulai mengingat suatu malam, aku ada di lantai 3 gedung ini setelah pulang dari praktek laboratorium lantai 3, aku duduk sendiri bersembunyi di balik tangga, karena aku ingin mengagetkan temanku, tapi ternyata aku salah mereka sudah tidak ada semua, mereka malah pulang duluan lewat pintu samping tanpa aku gedung kampus sudah mulai di kunci dari luar dan tertutup.
”Hei.. tunggu aku masih di dalam ni”.
Tenggorokanku terasa sangat kering aku tak bisa berteriak, aku berlari menuruni tangga kakiku saling bertumpu, membuat langkahku berputar, tak sampai tanganku memegang kayu jati di sebelah anak tangga, tapi semuanya terlihat terang dan menyilaukan setelah kejadian itu dan tiba-tiba akupun sudah terbangun pagi tadi di kamarku.
air mataku mengalir dengan sendirinya, kudekati tubuh penuh darah itu.
”Aaaaaaaaa......”
Tak ada yang bisa ku pikirkan tak ada yang bisa kubayangkan, ibuku menangis kencang karena aku tergeletak berlumur darah di lantai dasar gedung kampusku, karena aku terjatuh dari lantai tiga gedung ini, karena jiwaku tak menjadi satu lagi dengan tubuhku. Aku mencari-cari Dinda, aku ingin bertanya padanya, aku mendekatinya. Aku ingin memastikan bahwa yang ku lihat itu bukanlah tubuhku karena tadi aku sempat mengobrol dengannya.
”Dinda...”
Dia hanya menatapku sambil menagis, aku tersadar akan arti tangisnya yang sembari menatapku sedu, karena akulah penyebab tangisnya.aku ingin berlari tapi sudah tak bisa lagi, aku bingung aku tak tau harus bagaimana aku berteriak tapi tak ada yang bisa mendengar teriakanku, ku rangkul tubuh ibuku, tapi tak bisa ku tak kuasa menggenggamnya sekalipun.
”Audrey..... kau bilang kau akan merelakan semua apapun yang terjadi padamu, pergilah ibumu akan tetap mendekap dan menyayangimu,dia akan mengiringimu dengan Do’a”.
”Sejak tadi inikah yang inginkau ucapkan padaku”.
Aku tau Dinda menahan air matanya hanya untuk mengatakan hal itu padaku, aku hanya mengingat apa yang diucapkannya padaku tadi.aku ingin marah,karena dia tak segera mengatakannya saja tadi padaku. tapi untuk apa? Aku sudah tak bisa lagi mendekap hangat tubuh ibu, sekarang sekujur tubuhku benar-benar terasa beku tak tarasa lagi dekapan Ibuku.
”Bawa ambulance kemari,segera otopsi tubuh gadis ini!!”
”Tante,ikhlaskan saja Audrey pergi.dia mungkin akan lebih bahagia disana”.
”Apa benar begitu??”
Ibuku yang berdo’a menahan isak tangisnya, membuatku terpaku dan terbangun bahwa aku memang harus mengikhlaskan apa yang sekarang telah terjadi dan aku alami ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar