Minggu, 04 April 2010

PROMOSI PEMASARAN USAHA SYARIAH PART III

PEMASARAN USAHA SYARIAH
EKONOMI SYARIAH INDONESIA

Ekonomi syariah adalah ekonomi yang berlandaskan hukum islam. System yang diterapkan pun berbeda dari ekonomi konvensional Ekonomi syariah adalah ekonomi yang berlandaskan hukum islam. System yang diterapkan pun berbeda dari ekonomi konvensional
Ekonomi syariah lebih pro ekonomi riil hal ini sangat bermanfaat khususnya bagi UKM yang sangat membutuhkan kepastian hukum dan tentunya bantuan modal. Hal ini terbukti bahwa penerapan ekonomi syariah lebih handal ketimbang ekonomi konvensional pada krisis moneter tahun 2007 lalu. Bank dengan ekonomi syariah terbukti mampu tetap kokoh berdiri ditengah krisis. Hal ini bisa terjadi karena prinsip ekonomi syariah yang mengharamkan Riba, Judi, Dholim (aniaya), Gharar (penipuan), Barang Harom, Maksiat, Risywah (suap) dan prinsip bagi hasil terbukti lebih menguntungkan.
Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama islam nampaknya belum begitu familiar dengan ekonomi syariah oleh karena itu pemerintah kini sedang gencar – gencarnya menyerukan tentang ekonomi syariah salah satunya yaitu asuransi syariah yang kini sudah banyak digalakkan. Produk – produk asuransi syariah juga mulai banyak bermunculan seperti asuransi prusyariah , bumi putera syariah dan sebagainya. Asuransi syariah adalah asuransi yang berlandaskan hukum islam sama seperti ekonomi syariah yang tentunya lebih pro rakyat. Perbankan syariah juga banyak bermunculan seperti Bank Mualamat Indoesia (BMI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Internasional Indonesia (BII).
“Tahun ini BRI Syariah dan Bukopin Syariah akan menjadi Bank Umum Syariah, izinnya sudah keluar bulan lalu. Tahun depan ada 5 lagi bank yang akan dikonversi Panin-Harfa, BCA-UIC, Victoria, Maybank Indonesia dan BNI Syariah. BTN syariah belum,” Demikian disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia Siti Fadjrijah dalam acara diskusi tentang perbankan syariah di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (12/11/2008). Dengan tambahan-tambahan bank syariah baru tersebut, BI optimistis target aset syariah 5-10 persen pada tahun 2010 akan tercapai. Menurut Fadjrijah, saat ini aset perbankan syariah Indonesia sekitar 2,2% dari seluruh aset perbankan nasional.
Produk lain dari ekonomi syariah adalah reksadana syariah dan obligasi koorporasi syariah yang baru diperkenalkan. Yang menjadi tugas dari pemerintah sekarang adalah bagaimana caranya agar masyarakat muslim maupun non muslim ikut berpartisipasi dalam ekonomi syariah yang bisa dimulai dari hal – hal sederhana di kehidupan sehari seperti dalam kegiatan jual beli yang biasa kita lakukan contohnya apabila kita berbelanja di warung atau supermarket gunakanlah prinsip ekonomi syariah.
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...
HUKUM SYARIAH DI INDONESIA
Hukum ekonomi syariah kontemporer merupakan gabungan antara reformasI hukum ekonomi konvensional dan fiqh mu’amalat modern. Tidak mengherankan bila bidang ini merupakan suatu yang baru bagi peradilan Indonesia mengingat minimnya peraturan perundang-undangan dan prakek peradilan.

Penjelasan Pasal 49 UU No.3/2006

Penjelasan Pasal 49 UU No. 3/2006 membagi ekonomi syariah kpd 11 macam dan salah satunya adalah bisnis syariah. 10 macam ekonomi syariah disebutkan terdahulu (bank
syariah, lembaga keuangan makro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana
syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah,
pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dan dana pensiun lembaga keuangan syariah) sebenarnya juga adalah bisnis syariah.

Sejarah PerUUan

Legislator pada mulanya hanya berpikir ttg bank syariah. tetapi setelah didalamkan pandangan ternyata lembaga ekonomi syariah yang sudah mulai tumbuh di Indonesia mencapai 10 macam. Untuk mengcover semua bidang yang mungkin lahir di masa depan, maka dimasukkan tambahan terakhir berupa bisnis syariah, diharapkan dapat mencakup semua jenis usaha berbasis syariah . 11 bidang tsb menyangkut harta, kekayaan danuang secara umum, maka juga dinamakan hokum keuangan, dan ini juga didukung oleh perundang-undangan.


pemasaran usaha syariah part II

PEMASARAN USAHA SYARIAH
PERBANKAN USAH ASYARIAH

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. [1].Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero), Bank Rakyat Indonesia (Persero)dan Bank swasta nasional: Bank Tabungan Pensiunan Nasional (Tbk).

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain [2]:
• Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
• Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
• Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
• Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
• Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

• Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. [3]
• Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan[4]
• Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. [5]
• Takaful (asuransi islam)
Prinsip perbankan syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain [1]
• Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
• Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
• Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
• Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
• Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya[2]



Produk perbankan syariah
Jasa untuk peminjam dana
• Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. [3]
• Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan[4]
• Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. [5]
• Takaful (asuransi islam)
Jasa untuk penyimpan dana
• Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. [6]
• Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

Senin, 22 Februari 2010

usaha syariah

PEMASARAN USAHA SYARIAH
Pengertian Ekonomi Syariah adalah semua kegiatan ekonomi baik yang telah dikenal dan dijalankan saat ini atau yang akan ditemukan kemudian yang tidak menimbulkan mudharat (kerugian) pada orang lain termasuk didalamnya tidak melibatkan barang, hal atau jasa yang diharamkan oleh Islam. Lebih ringkas, Ekonomi Syariah adalah kegiatan ekonomi yang berlandaskan aturan dan etika Syariah Islam.
Karena itu Ekonomi Syariah lebih luas dari sekedar perbankan dan asuransi syariah. Hotel, media cetak dan elektronik, retail, jasa, pasar modal, toko, warung dan banyak lagi contoh lainnya yang selama dikelola berlandaskan aturan dan etika syariah, maka keseluruhannya termasuk kedalam Ekonomi Syariah Riba dan Bagi Hasil. Perbedaan paling menyolok yang dipahami oleh masyarakat antara Ekonomi Syariah dan Ekonomi Konvensional terletak pada Riba atau Bunga Bank (interest). Hal tersebut terjadi karena Ekonomi Syariah dilandaskan atas konsep bagi hasil / bagi rugi dan secara tegas menolak riba (bunga/interest) yang justru menjadi bagian tak terpisahkan dari Ekonomi Konvensional.
Seperti halnya minuman keras, babi dan narkotika, riba juga memiliki sisi kebaikan. Hanya saja keburukan yang ditimbulkan jauh lebih besar dari manfaatnya. Pengharaman sesuatu oleh Islam pada dasarnya mengikuti prinsip tersebut.
Berseberangan dengan konsep diatas, Ekonomi Syariah memperkenalkan konsep bagi hasil yang lebih mencerminkan keadilan. Hal tersebut antara lain karena : Pertama, hal yang dipersetujukan adalah pembagian keuntungan dan kerugian sesuai dengan prosentasi yang disepakati. Ini menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama terhadap kemungkinan hasil dari usaha.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Dalam pemasaran syariah yakni dikenal 2 pembagian pasar yaitu pembagian segmen pasar rasional dan pasar emosional. Pasar Emosional diartikan sebagai kumpulan pelanggan yang datang ke perusahaan atau lembaga keuangan syariah karena pertimbangan halal-haram, didorong oleh kekhawatiran akan praktek riba dan konsiderasi ukhrawi lainnya. Pasar ini kurang memperhatikan harga dan kualitas pelayanan, demikian pula tersedianya jaringan kerja yang memadai.

Pada sisi lain ada pasar rasional yang secara umum adalah mereka sangat sensitif terhadap perbedaan harga, varietas produk, bonafiditas lembaga keuangan dan lebih utama kualitas layanan. Kelompok pasar rasional memiliki pandangan bahwa boleh syariah dan halal asal kompetitif, namun bila tidak terpaksa mencari yang lain. Kedua segmen pasar ini jelas ada plus-minusnya ada yang setuju dan ada pula tidak setuju karena sulit menerima asumsi bahwa mereka yang datang karena konsiderasi spritual adalah blindly emotional market.
Diferensiasi pasar rasional dan pasar emosional kuranglah tepat jika dinisbatkan pada Umat Islam. Munculnya perbedaan pasar rasional dan pasar emosional sesungguhnya berawal karena market share di industri perbankan syariah relatif masih kecil baru pada kisaran angka 1,7 persen. Bank Indonesia (BI) telah membidik target market share di industri perbankan syariah pada 2008 pada angka 5%.
Pada bagian akhir bukunya, penulis yang kelahiran Jeneponto, Sulawesi Selatan ini menggambarkan profil seorang pemasar syariah. Syariah marketer melakukan bisnis secara profesional dengan nilai-nilai yang menjadi landasan:
(1) Memiliki kepribadian spritual (taqwa); seorang pemasar syariah diperintahkan untuk selalu mengingat kepada Allah Swt walaupun sedang sibuk dalam aktifitas pemasarannya.
(2) Berperilaku baik dan simpatik (sidiq), seorang pemasar syariah senantiasa berwajah manis, berperilaku baik, simpatik dan rendah hati dalam menciptakan nilai pelanggan unggul;
(3) Berlaku adil dalam memasarkan produk (al adil) karena Allah Swt mencintai orang-orang yang berbuat adil membenci orang-orang yang berbuat zalim;
(4) Melayani pelanggan dengan senyum dan rendah hati (khidmat), sikap melayani adalah sikap utama seorang pemsar syariah;
(5) Menepati janji dan tidak curang (tahfif), seorang pemasar syariah harus dapat menjaga amanah dan kepercayaan yang diberikan kepadanya sebagai wakil dari perusahaan dalam memasarkan dan mempromosikan produk kepada pelanggan;
(6) Jujur dan terpercaya (al-amanah), seorang pemasar syariah haruslah dapat dipercaya dalam memegang amanah;
(7) Tidak suka berburuk sangka (su'uzhzhann), Islam mengajarkan kepada kita untuk saling menghormati satu sama lain dalam melakukan aktifitas pemasaran;
(8) Tidak menjelek-jelekkan (ghibah), seorang pemasar syariah dilarang ghibah atau menjelek-jelekkan pesaing bisnis lain karena ghibah artinya keinginan untuk menghancurkan orang, menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain;
(9) Tidak melakukan sogok (risywah), menyogok dalam perspektif syariah hukumnya haram dan termasuk dalam kategori memakan harta orang lain dengan cara batil.
Strategi Pemasaran merupakan suatu alat/teknik untuk mencapai tujuan bagi sebuah perusahaan yang berkaitan dengan berbagai faktor seperti social, budaya, politik, ekonomi, dan manajerial. Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut maka masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas. Di dalam pemasaran kita mengenal beberapa konsep dasar seperti konsep 4P (Product, Price, Promotion, Place) dan juga ada yang diberi nama dengan pendekatan STP (Segmentasi, Target, dan Posisi). Untuk sebuah perusahaan yang menginginkan kemajuan terhadap usahanya perlu menerapkan strategi-strategi pemasaran, begitu pula dengan Bank. Bank merupakan perusahaan keuangan yang mempunyai kebutuhan pemasaran yang komplek, ini dapat dilihat dari produk-produk yang dimiliki, bagaimana sebuah bank dapat menarik minat nasabahnya untuk menyimpankan uangnya ke bank dan begitupula sebaliknya bank juga memasarkan produk pembiayaannya kepada nasabah, sehingga bisa kita lihat ada dua segmen produk yang harus dipasarkan bank kepada nasabah.
Kondisi hari ini, strategi pemasaran sudah masuk ke ranah yang lebih luas dari pada penerapan teknik pemasaran klasik. Saat ini banyak pemasar yang mulai merubah paradigmanya kepada teknik-teknik pemasaran yang lebih mengeksploitasi dan berkiblat kepada unsur kreatifitas personal. Setiap individu tenaga marketing mempunyai teknik yang berbeda dengan pemasar yang lain, mereka diharuskan memiliki inovasi sendiri untuk bertarung dengan pemasar lain. Ada pemasar yang memanfaatkan jaringan sosialnya untuk dijadikan segmen pasar, ada yang memanfaatkan ketokohan keluarganya, malahan ada pemasar yang melakukan hal-hal yang menyerempet ke perbuatan negatif guna mencapai target yang diberikan oleh perusahaan.
sedikit gambaran tentang pola dan strategi yang bisa dilakukan melalui jaringan masjid. Masjid/Mushalla merupakan tempat ibadah umat islam yang utama, pada zaman Rasulullah Masjid juga dimanfaatkan sebagai pusat perekonomian, pusat pemerintahan dan juga pendidikan. Pada saat ini ada beberapa pergeseran pemanfaatanyang terjadi, Masjid hanya dijadikan sebagai tempat ibadah dan pendidikan baca tulis Al-Qur’an apalagi di kota-kota besar.
Apa yang bisa kita pasarkan di Masjid…?, itu pertanyaan yang sangat mendasar jika kita berbicara mengenai pemasaran yang memanfaatkan jaringan Masjid .
Pada beberapa Pasar besar di daerah-daerah, seperti Pasar Raya Padang, terdapat beberapa buah Masjid yang biasanya dijadikan tempat ibadah bagi para pelaku pasar. Kalau kita berbicara mengenai produk Bank Syariah, nasabah yang menjadi target awal adalah para calon nasabah yang memiliki kedekatan pengetahuan terhadap islam, segmen ini bisa kita dapatkan di Masjid/Mushalla terutama pada jam-jam sholat seperti sholat Zuhur dan Ashar. Kita ambil contoh Masjid Taqwa dan Masjid Muttatahirin Rawang, setiap jam sholat jama’ahnya selalu di dominasi oleh para pengusaha-pengusaha di Pasar Raya Padang. Disinilah peluang pemasaran yang memanfaatkan jaringan Masjid bisa kita jalankan. Setelah selesai sholat, biasanya jama’ah bersantai sejenak sambil diskusi-diskusi lepas antar sesama pengusaha, disinilah momen yang harus dimanfaatkan oleh tenaga pemasar, dengan konsep produk syariah yang dimiliki dan sedikit pemahaman tentang usaha, lobi-lobi jualan produk syariah baik produk dana maupun produk pembiayaan bisa digencarkan. Dari sekian banyak pengusaha, kita asumsikan akan ada beberapa nasabah yang bisa tergaet dengan teknik ini, karena biasanya sehabis sholat pikiran dan pembawaan jama’ah lebih fresh dari pada kondisi saat mereka di Pasar. Dan biasanya, jika salah satu pengusaha bisa kita jadikan nasabah maka di asumsikan akan ada beberapa orang lain yang akan mengikuti nasabah tersebut, karena disinilah keunggulan jejaring nasabah yang beraktifitas di masjid.
Sehingga nasabah-nasabah yang biasa dipanggil Pak Haji yang banyak berada di pasar-pasar benar-benar mempercayakan usahanya kepada Bank syariah yang cocok dengan gelar yang diterimanya setelah menjalankan ibadah suci tersebut.
Tenaga pemasar padaa Bank Syariah sudah saatnya merubah paradigma jualannya yang selama ini door to door ke tempat usaha nasabah dengan mendatangi setiap masjid/mushalla yang notabene memiliki segmentasi pasar nasabah yang cocok dengan karakteristik produk yang dijual.
Untuk lebih memaksimalkan strategi pemasaran produk, tidak ada salahnya seorang pemasar Bank Syariah juga memiliki kemampuan menjadi ustadz/buya yang memberikan siraman rohani di berbagai kesempatan. Tentunya dengan materi dakwah yang tetap menyangkut kepada nilai-nilai ekonomi syariah yang dihembuskan oleh perbankan syariah, karena saat ini hanya segelintir pendakwah yang mau dan mampu menyampaikan konsep keuangan syariah dengan benar dan tepat.
Dari beberapa kondisi diatas dapat kita simpulkan bahwa, sudah saatnya pemasaran produk bank syariah di arahkan kepada segmen pasar yang tepat yaitu kepada calon nasabah yang sering melakukan aktifitasnya di masjid/mushalla. Karena sampai saat ini, nasabah yang berproses pada Bank Syariah masih banyak di dominasi oleh nasabah-nasabah yang rasional (melihat perbedaan tarif yang ditawarkan) sehingga nasabah yang benar-benar target belum begitu terjamah.
Tantangan
Geliat Ekonomi Syariah masih berada pada tahap yang amat dini. Meskipun sistem perbankan berbasis syariah berhasil menunjukkan keampuhannya pada krisis moneter yang lalu, namun kontribusi perbankan syariah secara nasional masih kurang dari 1%. Artinya ladang garapan masih sangat terbuka lebar dan diperlukan usaha-usaha memperbesar skala kegiatan agar manfaatnya dapat dirasakan secara luas.


Sabtu, 16 Januari 2010

PUISI UNTUK ORANGTUAKU

tersedu tak kuasa ku
ketika ku ingat panutan yang kau beri
beribu maafku yang tlah ingkar akan ucapmu
untuk kedua orangtuaku

beribu sujud dan peluk inginku hantarkan
berjuta do'a ingin ku panjatkan
tuk iringi langkahmu

anakmu sembahkan terimakasih tak berujung
anakmu pintakan maaf atas sedih di hatimu

rinduku memeluk kalian
sempatkanku berikan yang terbaik tuk masa tua kalian

do'aku untuk kedua orangtua ku
menuntun setiap detakku
jauhkan diriku, selimuti tidurku dengan kasih
sedihku atas perih yang ku letakkan di pangkuan kalian

Senin, 04 Januari 2010

rangkuma ekonomi pembangunan bab 11,12 &13

MANAJEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
BAB XI, XII & XIII






















NAMA : ROSSY ANDRIANA A.
NPM : 31208551
KELAS : 2DD 03







UNIVERSITAS GUNADARMA
2009
Bab XI
Pembangunan daerah
Usaha untuk meningkatkan kualitas pengaturan penguasaan sumberdaya dan pelayanan kepada masyarakat dan pemerintah dalam rangka pembangunan nasional,daerah , nasional dan global sesuai dengan ruang lingkup dan tanggung jawab pembangunan sektor serta sumberdaya yang ada.
TUJUAN DAN AZAS DASAR PEMBANGUNAN
Ketentuan yang benar-benar ditaati, dihayati, dan digunakan sebagai pedoman dalam menentukan strategi, sasaran, seluruh rencanapembangunan serta ketentuan-ketentuan yang terkait dengan semua kegiatan pembangunan daerah, sektor, dan nasional serta pelaksanaannya.
AZAS – DASAR PEMBANGUNAN “MENETAPKAN”
Bahwa setiap pembangunan, baik pembangunan daerah, sektor, dan nasional dilaksanakan berdasarkan azas pemerataan dan keadilan Yang dimaksud “Pemerataan”: Rakyat Indonesia memiliki kemampuan, kesempatan dan kebebasan dalam bebrepa hal sebagai berikut:
• Mencapai pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang tinggi.
• Membina dan menjaga stabilitas nasional, baik ekonomi, sosial budaya, politik, maupun keamanan.
• Menjaga dan meningkatkan ketahanan nasional pada semua segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
PEMERATAAN
Rakyat Indonesia memiliki kemampuan, kesempatan dan kebebasan dalam beberapa hal sebagai berikut:
• Memenuhi keperluan pokok; sandang, pangan, dan papan yang layak.
• Memiliki kesempatan pendidikan, dan pelayanan kesehatan yang layak.
• Memperoleh kesempatan kerja dengan pendapatan yang cukup.
• Berusaha di semua bidang didasarkan pada kemampuan.
• Berperan dalam pembangunan daerah, sektor, dan nasional sesuai dengan kemampuan.
• Memperoleh keadilan dan kebebasan sesuai dengan hak azasi manusia.
• Mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan pribadinya, mengacu pada ketentuan yang berlaku.


KETERKAITAN ANTAR PEMBANGUNAN
• Dalam pembangunan pada sasaran yang menjadi kewenangan daerah, tugas pusat bersifat koordinatif, menentukan kriteria, dan menetapkan ketentuan-ketentuan pokok serta melakukan pengendalian/pengawasan agar menghasilkan manfaat yang maksimal.
• Dalam pembangunan pada sasaran yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah terbatas memberikan saran dan harapan serta membantu pelaksanaan pembangunan sesuai dengan keadaan daerah.
Hirarki pembangunan daerah, sektor, dan nasional beragam sesuai dengan sasaran serta kewenangan masing-masing pelaku pembangunan. Pembangunan Daerah secara keseluruhan harus selalu saling mendukung (UU.No.22 – 1999
• Sistem pembangunan “Agregative” (Agregative Development system).
• Sistem Pembangunan terpadu (Integraed Development
Pembangunan Daerah secara umum meliputi
• Pemerintah Daerah.
• Badan Hukum Swasta.
• Pemerintah Propinsi.
• Pemerintah Pusat dengan dana sendiri atau dana lain.
• Organisasi Internasional dan negara lain.
MAKSUD PEMBANGUNAN DAERAH
• Tetap berada dalam kerangka negara Kesatuan Republik Indonesia dan menggalang persatuan dan kesatuan bangsa & negara.
• Demokrasi di semua segi kehidupan bernegara.
• Pemerataan dan keadilan dan dapat dirasakan manfaatnya.
• Pemanfaatan semua potensi yang ada sesuai dengan keragaman daerah.
• Sesuai dengan kewenangan yang diberikan Pusat, baik secara desentralisasi, dekonsentrasi, maupun dalam rangka perbantuan.
• Kesatuan dari semua kegiatan pembangunan baik yang dibiayai pemerintah pusat, daerah, swasta, maupun swadaya masyarakat.
• Garis besar prinsip penyelenggaraan pembangunan daerah Kabupaten/Kota, maupun daerah Propinsi
• Peningkatan keadaan ekonomi untuk mandiri.
• Peniongkatan keadaan sosial daerah untuk kesejahteraan secara adil dan merata.
• Pengembangan setiap ragam budaya untuk kelestarian.
• Pemeliharaan keamanan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kegiatan EKOSOSBUD dan kualitas lingkungan.
• Membantu pemerintah pusat dalam mempertahankan dan memlihara persatuan dan kesatuan bangsa.
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
• Kewennangan pemerintah Kabupaten/Kota, mencakup semua kewennangan pemerintah yang tidak berda pada pemerintah daerah propinsi dan pusat.
• Kewennangan pemerintah kabupaten/kota, mencakup semua pengaturan dan pengelolaan semua sektor di wilayah daerah otonom Kabupaten/Kota.
• Kewenangan pemerintahan secara penuh dan bulat diserahkan terhadap kewenangan pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan dala PP – yang belum asa ketentuan mengenai; kebijakan, standar, norma, kreteria, prosedur san pedoman dari pemerintah, dalam pelaksanaannya pemerintah daerah menunggu diterbitkannya ketentuan tersebut (psl.9 ayat 1).
• Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ditetapkan selambat-selambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya pp (psl. 9 ayat 2).
PEMBAGIAN KEWENANGAN DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN UMUM PUSAT, PROPINSI DAN KAB/KOTA
• Kewennangan pemerintah PUSAT lebih banyak menetapkan kriteria dan standar serta kewenangan pengendalian dan pengawasan seluruh kegiatan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah.
• Kewenangan pemerintah PROPINSI sebagai pemerintah daerah otonom dan sekaligus wakil dari pemerintah pusat, lebih banyak mengatur pengelolaan sumberdaya dan bidang kegiatn lintas wlayah Kabupaten/Kota.
• Kewenangan pemerintah DAERAH Kabupaten/Kota lebih banyak mengatur pengelolaan sumberdaya dan kegiatan bidang-bidang yang terbatas dalam wilayah Kabupaten/Kota.
Faktor Penentu Pembangunan.
• Keadaan daerah (sosial, politik, budaya, keamanan, fisik daerah dan sarana umum)
• Rencana pembangunan (tujuan, sasaran, target pembangunan, strategi dan rencana pembangunan)
• Sarana pembangunan (kelembagaan, dana, SDM, SDA yang tersedia)
• Pengaruh luar (keadaan Sospol, ekonomi, keamanan, dunia dan kekuatan yang secara khusus mempengaruhi)
• Pelaksanaan (ketentuan-ketentuan serta pengaturan dan Pelaksanaan rencana pembangunan)
TANTANGAN
Keadaan yang tidak menguntungkan yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan baik dalam maupun luar negeri. Politik, Sosbud, Lingkungan, Ekonomi dalam negeri, Perdagangan Luar Negeri, Hutang kepada Negara lain, dan Badan keuangan dunia, dan Globalisasi Ekonomi.

Bab XII
Hutang Luar Negeri dan Pembiayaan Pembangunan di Indonesia


1. UTANG LUAR NEGERI SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN NASIONAL
Tidak semua negara yang digolongkan dalam kelompok negara dunia ketiga, atau negara yang sedang berkembang, merupakan negara miskin, dalam arti tidak memiliki sumberdaya ekonomi. Banyak negara dunia ketiga yang justru memiliki kelimpahan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Masalahnya adalah kelimpahan sumberdaya alam tersebut masih bersifat potensial, artinya belum diambil dan didayagunakan secara optimal. Sedangkan sumberdaya manusianya yang besar, belum sepenuhnya dipersiapkan, dalam arti pendidikan dan ketrampilannya, untuk mampu menjadi pelaku pembangunan yang berkualitas dan berproduktivitas tinggi.
Dengan adanya sumberdaya modal, maka semua potensi kelimpahan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dimungkinkan untuk lebih didayagunakan dan dikembangkan . Dalam beberapa hal, kendala tersebut disebabkan karena rendahnya tingkat pemobilisasian modal di dalam negeri. Beberapa penyebabnya antara lain (1) pendapatan per kapita penduduk yang umumnya relatif rendah, menyebabkan tingkat MPS (marginal propensity to save) rendah, dan pendapatan pemerintah dari sektor pajak, khususnya penghasilan, juga rendah. (2) Lemahnya sektor perbankan nasional menyebabkan dana masyarakat, yang memang terbatas itu, tidak dapat didayagunakan secara produktif dan efisien untuk menunjang pengembangan usaha yang produktif. (3) Kurang berkembangnya pasar modal, menyebabkan tingkat kapitalisasi pasar yang rendah, sehingga banyak perusahaan yang kesulitan mendapatkan tambahan dana murah dalam berekspansi.
Solusi yang dianggap bisa diandalkan untuk mengatasi kendala rendahnya mobilisasi modal domestik adalah dengan mendatangkan modal dari luar negeri, yang umumnya dalam bentuk hibah (grant), bantuan pembangunan (official development assistance), kredit ekspor, dan arus modal swasta, seperti bantuan bilateral dan multilateral; investasi swasta langsung (PMA); portfolio invesment; pinjaman bank dan pinjaman komersial lainnya; dan kredit perdagangan (ekspor/impor). Banyak pemerintah di negara dunia ketiga menginginkan untuk mendapatkan modal asing dalam menunjang pembangunan nasionalnya, tetapi tidak semua berhasil mendapatkannya, kalau pun berhasil jumlah yang didapat akan bervariasi tergantung pada beberapa faktor antara lain
1. Ketersediaan dana dari negara kreditur yang umumnya adalah negara-negara
industri maju.
2. Daya serap negara penerima (debitur). Artinya, negara debitur akan mendapat bantuan modal asing sebanyak yang dapat digunakan untuk membiayai investasi
yang bermanfaat.
3. Ketersediaan sumber daya alam dan sumberdaya manusia di negara penerima,
karena tanpa ketersediaan yang cukup dari kedua sumberdaya tersebut dapat
menghambat pemanfaatan modal asing secara efektif.
4. Kemampuan negara penerima bantuan untuk membayar kembali (re-payment).
5. Kemauan dan usaha negara penerima untuk membangun. Modal yang diterima dari
luar negeri tidak dengan sendirinya memberikan hasil, kecuali jika disertai dengan usaha untuk memanfaatkan dengan benar oleh negara penerima.

2. PERKEMBANGAN UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA
Indonesia Merupakan salah satu negara dunia ketiga. Sebelum terjadinya krisis
moneter di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Hal tersebut sejalan dengan strategi pembangunan ekonomi yang dicanangkan oleh pemerintah pada waktu itu, yang menempatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai target prioritas pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak akhir tahun 1970-an selalu positif, serta tingkat pendapatan per kapita yang relatif rendah, menyebabkan target pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tersebut tidak cukup dibiayai dengan modal sendiri, tetapi harus ditunjang dengan menggunakan bantuan modal asing. Sayangnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam beberapa tahun tersebut, tidak disertai dengan penurunan jumlah utang luar negeri (growth with prosperity), kecuali pada tahun 1994/1995 sampai 1995/1996.
Pemerintah yang pada awalnya menjadi motor utama pembangunan terus menambah utang luar negerinya agar dapat digunakan untuk membiayai pembangunan ekonomi nasional guna mencapai target tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut, tanpa disertai dengan peningkatan kemampuan untuk memobilisasi modal di dalam negeri. Hal ini menandakan adanya korelasi yang positif antara keberhasilan pembangunan ekonomi pada tingkat makro dan peningkatan jumlah utang luar negeri pemerintah (growth with indebtedness). Sejalan dengan semakin meningkatnya kontribusi swasta domestik dalam pembangunan ekonomi nasional, maka peran pemerintah pun menjadi semakin berkurang. Fenomena tersebut akhirnya menyebabkan struktur utang luar negeri Indonesia juga mengalami banyak perubahan selama kurun waktu tiga dasawarsa terakhir.

3. DAMPAK UTANG LUAR NEGERI TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL

Setiap tindakan ekonomi pasti mengandung berbagai konsekuensi, begitu juga halnya dengan tindakan pemerintah dalam menarik pinjaman luar negeri. Dalam jangka pendek, pinjaman luar negeri dapat menutup defisit APBN, dan ini jauh lebih baik dibandingkan jika defisit APBN tersebut harus ditutup dengan pencetakan uang baru, sehingga memungkinkan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan dukungan modal yang relatif lebih besar, tanpa disertai efek peningkatan tingkat harga umum (inflationary effect) yang tinggi. Dengan demikian pemerintah dapat melakukan ekspansi fiskal untuk mempertinggi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi berarti meningkatnya pendapatan nasional, yang selanjutnya memungkinkan untuk meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, apabila jumlah penduduk tidak meningkat lebih tinggi. Dengan meningkatnya perdapatan per kapita berarti meningkatnya kemakmuran masyarakat. Dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan ekonomi pada banyak negara debitur. Di samping beban ekonomi yang harus diterima rakyat pada saat pembayaran kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima oleh negara debitur akibat ketergantungannya dengan bantuan asing
4. KESIMPULAN
Perkembangan jumlah utang luar negeri Indonesia dari tahun ke tahun cenderung
mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai konsekuensi bagi bangsa Indonesia, baik dalam periode jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam periode jangka pendek, utang luar negeri harus diakui telah memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pembiayaan pembangunan ekonomi nasional Sehingga dengan terlaksananya pembangunan ekonomi tersebut, tingkat pendapatan per kapita masyarakat bertumbuh selama tiga dasawarsa sebelum terjadinya krisis ekonomi. Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, yang didahului oleh krisis moneter di Asia Tenggara, telah banyak merusakkan sendi-sendi perekonomian negara yang telah dibangun selama PJP I dan awal PJP II. Penyebab utama terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, juga sebagian negara-negara di ASEAN, adalah ketimpangan neraca pembayaran internasional. Defisit current account ditutup dengan surplus capital account, terutama dengan modal yang bersifat jangka pendek (portfolio invesment), yang relatif fluktuatif. Sehingga, apabila terjadi rush akan mengancam posisi cadangan devisa negara, akhirnya akan mengakibatkan terjadinya krisis nilai tukar mata uang nasional terhadap valuta asing. Hal inilah yang menyebabkan beban utang luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah, bertambah berat bila dihitung berdasarkan nilai mata uang rupiah. Semakin bertambahnya utang luar negeri pemerintah, berarti juga semakin memberatkan posisi APBN RI, karena utang luar negeri tersebut harus dibayarkan beserta dengan bunganya. Ironisnya

























Bab XIII
Pertumbuhan Ekonomi dalam Konsep Pembangunan Berkelanjutan

1. Peranan Lingkungan dalam Perekonomian

Pembangunan berkelanjutan memiliki dimensi waktu yang terkait dengan sejarah masa lalu dan masa depan manusia, juga dimensi ruang yang mencerminkan setiap wilayah memiliki keunikan ekosistem dimana terjadi interaksi manusia dengan alam lingkungannya. Berbagai perubahan telah dan tengah terjadi secara mendasar dan besar, terutama selama 200 tahun terakhir.Jumlah penduduk dunia berubah dengan drastis dari satu milyar jiwa pada 1806 hingga mencapai lebih dari 6 milyar jira pada 2006 ini. Peningkatan tersebut tidak saja dalam hal kuantitas, tetapi juga terkait dengan kualitas gaya dan pola hidup yang terus didorong oleh inovasi teknologi, perubahan institusi, besaran investasi dan jaringan informasi. Konsep pembangunan berkelanjutan amat beragam, namun ada kesamaan prinsip yang mendasarinya. Penting pula dikemukakan disini berbagai tantangan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan
Ciri-Ciri Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan harus berdasarkan pada pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang guna menyokong pembangunan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Ciri-ciri suatu pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah sebagai berikut.
1. Pembangunan yang dilaksanakan mampu meminimalkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Pembangunan yang dilaksanakan harus memerhatikan keseimbangan antara lingkungan fisik dan lingkungan emosi.
2. Pembangunan yang dilaksanakan mendasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan serta memerhatikan moral atau nilai-nilai adat yang dianut dalam masyarakat.
3. Pembangunan yang dilaksanakan harus memiliki sifat-sifat fundamental dan ideal serta berjangka pendek dan panjang.
4. Pembangunan yang dilaksanakan harus memperluas lapangan dan kesempatan kerja.
5. Pembangunan yang dilaksanakan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat.
6. Pembangunan yang dilaksanakan mampu melakukan pemerataan atau keseimbangan kesejahteraan hidup antargolongan dan antardaerah.
7. Pembangunan yang dilaksanakan mampu menunjukkan peningkatan produksi nasional, ditunjukkan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi.
8. Pembangunan nasional harus berpedoman untuk selalu mempertahankan stabilitas politik, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan nasional.
2. Industrialisasi dan Pembangunan Berkelanjutan

Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu (1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri; (2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri; (3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian; (4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur; (5) Meningkatkan kemampuan teknologi; (6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk; dan (7) Meningkatkan penyebaran industri. Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage). Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional. Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring (networking) industri dalam


3. Industri dan ekstrnalitas dalam Pemangunan Berkelanjutan

Kebijakan fiskal merupakan salah satu unsur yang menopang lingkungan inovasi yang kondusif. Faktor lainnya adalah: lingkungan olitik, peluang pasar, kebijakan tentang kebebasan berusaha dan persaingan, kebijakan penanaman modal asing, dan pengawasan perdagangan serta lalulintas devisa.
Pengembangan usaha berbasis teknologi yang mendukung peningkatan produktivitas membutuhkan fleksbilitas dalam perekonomian yang memungkinkan munculnya usaha manufaktur baru dan peningkatan probabilitas merger dan akuisisi yang berbasis restrukturisasi yang efisien. Schumpeter mengatakan probabilitas terjadinya creative destruction haruslah tinggi dalam perekonomian
Dalam pelaksanaannya, pengembangan sektor industri akan dilakukan secara sinergi dan terintegrasi dengan pengembangan sektor-sektor ekonomi lain seperti pertanian, pertambangan, kehutanan, kelautan, perdagangan, pendidikan, riset dan teknologi dan sebagainya. Konsep daya saing internasional merupakan kata kunci dalam pembangunan sektor industri, oleh karenanya selain sinergi sektoral maka sinergi dengan seluruh pelaku usaha serta seluruh pemerintah daerah merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, dukungan aspek kelembagaan yang mengatur tugas dan fungsi pembangunan dan dukungan terhadap sektor industri baik secara sektoral maupun antara pusat dan daerah secara nasional akan menentukan keberhasilan pembangunan sektor industri yang di cita-citakan.

Rabu, 30 Desember 2009

tugas makalah ekonomi pembangunan

MAKALAH EKONOMI PEMBANGUNAN
POTRET KEMISKINAN
DI JAWA BARAT






DISUSUN OLEH:

NAMA : ROSSY ANDRIANA A.
NPM : 31208551
KELAS : 2DD03
DOSEN : NURHADI









UNIVERSITAS GUNADARMA
2009


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah di limpahkan sejak mencari ide, menyusun , hingga menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini tak akan terwujud tanpa pengarahan , bimbingan dan kerja sama semua pihak yang telah turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Untuk itu saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT atas rahmat, karunia, dan hidayahNya sehingga saya diberikan kemudahan untuk menyelesaikan makalah ini
2. Kedua orang tua, yang telah memotivasi dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Dosen mata kuliah pengantar ekonomi pembangunan Bapak Nurhadi yang telah memberikan arahan dan bimbingannya kepada saya .
4. Dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan pembuatan makalah ini.

Saya menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, karena masih ada kekurangan dalam memberikan contoh kajian kontekstual. Oleh sebab itu, untuk perbaikan dan menyempurnakan makalah ini, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat di harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan, dan khususnya untuk para mahasiswa dapat menjadi referensi dalam pengembangan wacana bidang ekonomi.

Hormat saya


( Penyusun)





i

DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang penelitian 1
1.2 perumusan masalah 1
1.3 tujuan dan manfaat 1

BAB II KERANGKA TEORITIS
2.1 tinjauan pustaka 2
2.2 kerangka pemikiran 2
2.3 hipotesis 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 metode penelitian 3
3.2 variable dan pengukuran 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASA
4.1 deskripsi objek penelitian 4
4.2 Analisis data 5

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN 8
5.2 SARAN 9
DAFTAR PUSTAKA


ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang timbul dalam pembangunan bersama-sama dengan masalah pengangguran dan kesenjangan yang ketiganya saling kait mengkait. Dalam konteks pembangunan di Indonesia, masalah kemiskinan semakin menjadi primadona sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 lalu. Kemiskinan menjadi semakin sering dibicarakan karena adanya peningkatan jumlah penduduk miskin yang cukup tajam yang diakibatkan oleh krisis ekonomi tersebut. Kemiskinana di Indonesia sekarang ini telah menjadi suatu maslah nasional yang behkan pemerintahpun tengah mengupayakan usaha pengentasan penduduk Indonesia dari masalah kemiskinan
Kemiskinan adalah masalah yang mempunyai keterikatan terhadap maslah-masalah social di Indonesia. Sebagai contoh nya keluarga yang miskin mempunyai tingkat penghidupan dan kesehatan yang relative minim dibandingkan orang yang kehidupannya tercukupi,

1.2 PERUMUSAN MASALAH
• Mengapa kemiskina menjadi masalah di jawa barat
• Penyebab banyaknya warga miskin di jawa barat
• Perkembangan tentang jumlah kemiskinan di jawa barat

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dan manfaat dari makalah yang saya susun adalah dengan adanya tindakan yang lebih terpadu dari pemerintah untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia terutama di daerah jawa barat. Dan tidak menganggap remah maslah kemiskinan yang melanda Indonesia. Selain itu juga agar dapat diketahui dengan pasti jumlah atau data tentang warga miskin di daerah jawa barat serta tindakan apa saja yang telah di ambil pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasinya.

1

BAB II
KERANGKA TEORITIS

2.1 TINJAUAN PUSTAKA
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dilihat bahwa krisis ekonomi telah ‘berhasil’ menghapus sebagian kerja pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan yang dilakukan selama lebih dari dua dasawarsa. Setelah berhasil menekan jumlah penduduk miskin dari 68 % pada tahun 1970 menjadi hanya 11% pada tahun 1996, angka tersebut disulap oleh krisis ekonomi menjadi 23,4% hanya dalam waktu kurang dari 3 tahun (lihat grafik 1). Pada tahun 1999 jumlah orang miskin di Indonesia meningkat menjadi 47,9 juta orang. Dari jumlah tersebut sekitar 15,6 juta orang berada di kawasan perkotaan, dan 32,3 juta orang di perdesaan. Di samping itu, masih ada sekitar 25% penduduk Indonesia yang diperkirakan rentan terhadap kemiskinan. Hal ini berarti hampir separuh penduduk Indonesia dapat dikategorikan miskin atau rentan terhadap kemiskinan.

2.2 KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan banyaknya nilai atau tingkat pengangguran di masyarakat jawa barat maka dapat disimpulkan bahwa keadaan sosialnyapun juga tidak akan baik. pemerintah mengindikasikan masalah kemiskinan sebagai salah satu
masalah utama pembangunan nasional.


2.3 HIPOTESIS
Tingkat kemiskinan di jawa barat diakibatkan banyaknya penganguran dan kurangnya perhatian pemerintah pusat dan daerah terhadap masyarakat miskin di daerah sekitar jawa barat dan tingat kemiskinan masyarakat jawa barat meningkat pada tiap tahunnya.




2
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN
Metode peneliotian yang digunakan adalah metode survey secara langsung berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) daerah jawa barat. Yang meliputi servey terhadap 16 kabupaten di jawa barat.

3.2 VARIABLE DAN PENGUKURAN
Dari 16 kabupaten di Jawa Barat Kabupaten Bogor , Kabupaten Ciamis, Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Garut, dan Kabupaten cirebon,Kabupaten Garut,Kabupaten Sukabumi dan Karawang,Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Subang Kabupaten Indramayu kabupaten/kota lainnya. tingkat-tingkat kemiskinan suatu daerah ke dalam 4 klasifikasi derajat kemiskinan. Empat klasifikasi tersebut yaitu : klasifikasi rendah dengan nilai IKM kurang dari 10, klasifikasi menengah rendah dengan nilai IKM 10 – 25, klasifikasi menengah tinggi dengan nilai IKM 25 – 40, dan klasifikasi tinggi dengan nilai IKM lebih dari 40. serta diukur pula dengan menggunakan indikator kesehatan Balita Berstatus Gizi Kurang, indicator tingkat kematian, indikator pendidikan, indicator fasilitas kesehatan., Indikator akses terhadap prasarana dasar.











3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Indeks Kemiskinan Manusia (IKM)
Kemiskinan adalah masalah yang mempunyai keterikatan terhadap maslah-masalah social di Indonesia. Untuk mengatasi masalah kemiskinan ini sendiri diperlukan suatu telaah yang cukup mendalam mengenai kondisi kemiskinan tersebut. Informasi-informasi yang akurat mengenai peta kemiskinan di suatu daerah akan menjadi landasan untuk melakukan suatu penelaahan yang kemudian akan menjadi input yang sangat penting dalam penetapan kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Salah satu informasi mengenai kemiskinan yang cukup komprehensif adalah Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Indeks ini dikembangkan oleh United Nations Development Programs (UNDP) yang sebelumnya sudah mengembangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM sendiri kemudian menjadi cukup populer dan dijadikan salah satu alat ukur kemajuan pembangunan di berbagai negara di dunia.
Indeks Kemiskinan Manusia dikatakan komprehensif karena di dalamnya merupakan komposit dari beberapa variabel-variabel yang mewakili indikator-indikator utama yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Indikator-indikator tersebut adalah kesehatan, pendidikan, dan pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi. Pemilihan indikator-indikator utama tersebut merupakan suatu bentuk penyederhanaan dari realitas yang kompleks untuk menetapkan ukuran-ukuran kuantitatif dari sedemikian luasnya dimensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan.
Variabel-variabel yang menyusun Indeks Kemiskinan Manusia ini adalah variabel-variabel yang dapat menunjukan tingkat kemiskinan dan dianggap paling mendasar. Variabel-variabel tersebut juga mencerminkan tiga faktor devriasi kemiskinan yaitu hidup singkat, pendidikan rendah, dan ketiadaan akses terhadap sumber daya dan fasilitas dasar,

4
yaitu 1) Penduduk Meninggal Sebelum Usia 40 Tahun (%) 2) Angka Buta Huruf (%) 3) Penduduk yang Tidak Memiliki Akses ke Air Bersih (%) 4) Penduduk yang Jarak Ke Fasilitas Kesehatan > 5 km (%) dan 5) Balita berstatus Gizi Kurang (%).
Dengan menjadikan variabel-variabel tersebut sebagai satu ukuran komposit tunggal, IKM ini mengartikan tingkatan status kemiskinan manusia di suatu wilayah. Tingkatan status kemiskinan tersebut bisa menjadi alat ukur yang berfungsi sebagai patokan dasar perencanaan jika dibandingkan antar waktu untuk memberikan gambaran kemajuan setelah suatu periode atau perbandingan antar wilayah untuk memberikan gambaran tentang tingkat kemajuan suatu wilayah relatif terhadap wilayah lain.

4.2 ANALISIS DATA

Kemiskinan di Jawa Barat
Seperti halnya tingkat kemiskinan nasional, dalam lingkup propinsi Jawa Barat-pun tingkat kemiskinan mengalami peningkatan. Nilai IKM untuk pronpinsi Jawa Barat meningkat dari 26,3 pada tahun 1995 menjadi 26,9 pada tahun 1998. Selain peningkatan tersebut, yang lebih menyedihkan tingkat kemiskinan di Jawa Barat ternyata lebih tinggi dari tingkat kemiskinan nasional yang mempunyai nilai IKM 25,2.
Dengan nilai IKM seperti itu, berdasarkan klasifikasi yang diberikan oleh UNDP, derajat kemiskinan penduduk Jawa Barat berada pada klasifikasi menengah tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat kemiskinan penduduk Jawa Barat relatif masih tinggi dan tentunya diperlukan kerja keras untuk mengentaskannya.
Klasifikasi yang dikeluarkan oleh UNDP sendiri membagi tingkat-tingkat kemiskinan suatu daerah ke dalam 4 klasifikasi derajat kemiskinan. Empat klasifikasi tersebut yaitu : klasifikasi rendah dengan nilai IKM kurang dari 10, klasifikasi menengah rendah dengan nilai IKM 10 – 25,



5
klasifikasi menengah tinggi dengan nilai IKM 25 – 40, dan klasifikasi tinggi dengan nilai IKM lebih dari 40.
Kabupaten/kota di Jawa Barat sebagian besar tergolong dalam klasifikasi menengah tinggi, yaitu sebanyak 14 kabupaten/kota dari 22 kabupaten kota yang ada atau sekitar 67 %. Sedangkan sisanya sebanyak 7 kabupaten/kota berada pada klasifikasi menengah rendah. Meskipun tidak ada kabupaten/kota yang tergolong berderajat kemiskinan tinggi, akan tetapi juga tidak ada satupun kabupaten/kota yang berderajat kemiskinan rendah (lihat grafik 1). Dengan komposisi seperti itu bisa dikatakan bahwa tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Barat secara relatif hampir sama.
Dari nilai IKM kabupaten/kota di Jawa Barat, masih terindikasikan bahwa daerah perdesaan yang direpresentasikan oleh daerah kabupaten masih menjadi konsentrasi penduduk miskin. Kenyataan tersebut terlihat dari mayoritas kabupaten yang berada pada klasifikasi menengah tinggi. Dari 16 kabupaten di Jawa Barat, hanya 3 kabupaten yang berada pada klasifikasi menengah rendah. Itupun dengan catatan untuk Kabupaten Bogor dan Kabupaten Ciamis mempunyai nilai yang hanya 0,1 di bawah klasifikasi menengah tinggi, yaitu mempunyai nilai indeks 24,9. Satu kabupaten lainnya dalam klasifikasi ini yaitu Kabupaten Bekasi dengan nilai indeks 21,4.
Sebaliknya untuk daerah-daerah dengan predikat kota mayoritas berada pada klasifikasi menengah rendah. Hanya Kota Bogor yang berada pada klasifikasi menengah tinggi dengan nilai indeks 26,1.
Dari analisis indikator dan variabel peyusun IKM dapat dilihat untuk indikator kesehatan kabupaten/kota yang mempunyai indikasi kesehatan paling buruk di Jawa Barat adalah Kabupaten Majalengka, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Cirebon. Untuk variabel Penduduk Meninggal Sebelum Usia 40, Kabupaten Garut, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Karawang mempunyai persentase yang paling besar, yaitu masing-masing sebesar 26,9 % untuk Kabupaten Garut dan 21,7 % untuk Kabupaten Sukabumi dan Karawang. Sedangkan untuk variabel Balita Berstatus Gizi Kurang,


6
Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang mempunyai persentase bayi berstatus gizi kurang paling besar, yaitu sebesar 37,3 % dan 34,8 %.
Untuk indikator pendidikan yang direpresentasikan oleh variabel angka buta huruf, Kabupaten Indramayu tercatat sebagai kabupaten yang penduduknya paling banyak belum bisa baca tulis. Sekitar 33,3 % penduduk Kabupaten Indramayu dinyatakan masih buta huruf. Setelah Kabupaten Indramayu kemudian Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Cirebon yang mempunyai penduduk buta huruf terbanyak, masing-masing sebanyak 15,2 %, 13,8 %, dan 13,4 %. Dari angka-angka tersebut terlihat perbedaan yang cukup jomplang antara Kabupaten Indramayu dengan kabupaten/kota lainnya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sektor pendidikan di Kabupaten Indramayu perlu mendapat perhatian yang besar.
Indikator akses terhadap prasarana dasar menunjukkan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Bekasi sangat buruk dalam penyediaan air bersih. Sekitar 80 % penduduk Kabupaten Tasikmalaya dan 74,9 % penduduk Kota Bekasi kesulitan untuk mengakses air bersih. Sementara 55,9 % penduduk Kabupaten Cianjur dan 34,6 % penduduk Kabupaten Sukabumi kesulitan untuk mengakses fasilitas kesehatan.
Adapun jika dilhat dari nilai komprehensif IKM, kabupaten/kota yang mempunyai tingkat kemiskinan paling tinggi adalah Kabuapten Cianjur, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Karawang. Sedangkan kabupaten/kota yang mempunyai nilai IKM paling rendah adalah Kota Cirebon, Kota Bandung, Kota Sukabumi, dan Kota Bekasi.








7
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan penelaahan terhadap nilai indeks kemiskinan manusia di atas, kabupaten/kota di Jawa Barat bisa melihat tingkat kemiskinan di daerahnya masing-masing relative terhadap daerah lain. Disamping itu, juga bisa melihat pada variabel apa daerah tersebut mempunyai nilai yang sangat rendah sehingga perlu perbaikan yang mendesak.
Memang, IKM hanya salah satu bentuk simplipikasi dari berbagai dimensi kemiskinan yang sangat kompleks. Meskipun demikian, hasil dari IKM ini semoga bisa menjadi indikasi atau gambaran awal bagi daerah dengan harapan masing-masing daerah bisa melakukan instropeksi untuk selanjutnya bisa menjadi motivasi untuk bekerja lebih keras dalam mengentaskan masalah kemiskinan ini.
kota yang mempunyai tingkat kemiskinan paling tinggi adalah Kabuapten Cianjur, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Karawang. Sedangkan kabupaten/kota yang mempunyai nilai IKM paling rendah adalah Kota Cirebon, Kota Bandung, Kota Sukabumi, dan Kota Bekasi.
Variabel-variabel yang menyusun Indeks Kemiskinan Manusia ini adalah variabel-variabel yang dapat menunjukan tingkat kemiskinan dan dianggap paling mendasar. Variabel-variabel tersebut juga mencerminkan tiga faktor devriasi kemiskinan yaitu hidup singkat, pendidikan rendah, dan ketiadaan akses terhadap sumber daya dan fasilitas dasar, yaitu 1) Penduduk Meninggal Sebelum Usia 40 Tahun (%) 2) Angka Buta Huruf (%) 3) Penduduk yang Tidak Memiliki Akses ke Air Bersih (%) 4) Penduduk yang Jarak Ke Fasilitas Kesehatan > 5 km (%) dan 5) Balita berstatus Gizi Kurang (%).





8
5.2 SARAN

Saran yang ingi saya sampaikan adalah terutama untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk lebih mengawasi dan lebih serius dalam menanggulangi masalah kemiskinan di daerah jawa barat ini. Karena kemiskinan dapat menimpulkan banyak dampak buruk bagi masyarakat dan pemerintah. Dampak yang dapat kita lihat dari masalah kemiskinan ini diantaranya tingginya angka kematian, tingkat pendidikan yang rendah, banyaknya buta huruf dan tingkat kesehatan dan kebersihan masyarakat yang rendah. Maka harusnya disediakan sarana umum dari pemerintah untuk masyarakat yang tidak mampu mulai dari subsidi sembako dan masalah pelayanan kesehatan pendidikan dengan kapasitas kemampuan warga miskin.




















9
DAFTAR PUSTAKA

• www.Google.com
• Harian Umum Pikiran Rakyat
• Badan Pusat Statistik (BPS)
• www.Yahoo.com

Kamis, 24 Desember 2009

economic challanged of zambia

“There are several economic challenges. Among them is a lack of diversification. Copper represents about ninety per cent of the country’s export revenue. Miracles do not just happen in economics; they are caused. Planning plays a very big role. Planning from a lame vantage, however, can be very frustrating.
A nation can borrow all it can, but if it does not produce, it is only postponing trouble. I reason that is why the wealth of nations is measured in productivity terms – GDP. The key word is “product.” Diversification means multiplying productivity. It means lessening dependence on only one means of production and expanding the reserves
Government should not guarantee the equality of results. It should do everything possible to guarantee every citizen an equal chance to participate in the economic marketplace. The economy must be constructed on free markets model – where firms and households, and not government, determine the market activities by their interaction in the marketplace. Prices and self-interest should guide the firms and households’ decisions and not government. This will lead to efficiency as will be in the position to get the most she can from her scarce resources.
The role of government economy should be to ensure equity. Government should create a level playing field for all competing in the marketplace. It can do this by enacting legislation, setting out regulations and developing policy that ensure equitable competition and fair play.


Inflation Challenge

Absence of productivity leads to economic problems. The biggest of these is inflation. Inflation not surprisingly is also defined in production terms as the rapid rise in prices caused by an inadequate supply of goods and services. Inflation arises from a decline in the purchasing power of the money. As a result government is tempted to print more money leading to an increase in the overall level of prices in the economy.
In simple economic terms, this means that total demand exceeds supply. This is a productivity issue. It simply means that there is less than what is required. The problem is in government’s rush to print more money or borrow more thereby compounding the inflation problem further instead of curbing it.
Emerging leaders will have to address the inflation challenge head on. High inflation imposes various costs on the society. Keeping inflation at low levels should be a goal of the emerging leaders.
In strong economies such as the ones China, the US, Germany, Canada and Japan have, sometimes there could be a short run tradeoff between inflation and unemployment. The printing of more money may lead temporarily to the creation of employment. However, in the case where inflation has existed for far too long, inflation is a menace. This calls for government to employ various policy instruments of monetary and fiscal policy such as spending, tax cuts, and so on, to control the economy.

Debt Burden

The complexity of the economic system is compounded further by a large foreign debt at US $4.4 billion (2006) which needs to be serviced and an insurmountable public debt which has paralyzed all efforts at redeeming the economy. Pegged at 65 per cent, public debt denies the proper running of the economy.
Sometimes we have lambasted the bilateral and multilateral agreements for our debts. What we forget is that the borrower is always a slave of the lender! When we borrow, we empower the lending institutions to control us. The Highly Indebted Poor Countries Initiative (HIPC) may seem like an ideal initiative now, but why don’t we avoid both the shame of being categorized as highly indebted and poor, and begin to be the lenders instead?
We cannot achieve national dignity if we continue to borrow, and expect debt forgiveness. HIPC, introduced in 1996, is not a bad idea if its purpose is to help us stop further begging. HIPC necessitates a threshold benchmark which in turn facilitates debt reduction of up to over 60 per cent. In lieu of HIPC and related initiatives, we must strive to produce and invest so that we prevent the embarrassment of being always at the receiving end.
Foremost was the initial failure to diversify economic activities away from the mining industry. This subjected the national economy to the vagaries of steep decreases in copper prices and production levels.
Secondly, the unprecedented Likes in petroleum prices by the Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) in 1973-1974 and 1979-1980 resulted in a sharp rise in the price of imported oil which essentially drained the public treasury.
Thirdly, the socialist policies espoused by UNIP barred both local and foreign private investors from certain commercial and industrial sectors of the country's economy and recommended the creation of state and parastatal companies to operate in such sectors of the economy from the late 1960s to 1991.
The monopolistic position enjoyed by both state and parastatal companies in the country’s economy culminated in complacence and gross inefficiency because, in the absence of competition, government found it unnecessary to seek innovative ways and means of improving the quality and quantity of production output.
This led to the rampant commodity shortages during the Second Republic. Coupled with this was the UNIP government’s postponement of the macro-economic adjustment — which would have enabled to create a competitive and more productive socioeconomic system.
The moneys we borrow come with strings attached. What we call conditionality is nothing but a safeguard. Safeguards are necessary for business survival. In Africa we think that we can borrow and still be free. That’s a ruse. The IMF only helps countries that are facing serious financial difficulties in paying for their imports or repaying loans. Imports are goods and services we buy from outside.
IMF comes in when we fail to repay the loans we get. Some people blame the IMF for the economic problems.That’s not being realistic. After all, if our governments never borrowed (or if we borrowed and invested wisely), we would not be affected in any way by the IMF conditions.
In relation to production, we are mainly talking about agriculture and manufacturing. Agriculture or farming produces raw materials which industries use to make finished products. Recognizing this, the Bretton Woods created the World Bank which provides low-cost, long-term loans to less developed countries to develop basic industries and facilities, such as roads and electric power plants. So far the World Bank has fulfilled its obligation and should be commended. Onus is on affected governments to channel the loans to their intended projects.
The government cannot be sequestered from the IMF or the World Bank. It should instead work with these institutions if is going to successfully overcome its enormous economic challenges. Rule of thumb is in reinvesting what is procured from these institutions in infrastructure development and employment creation.

Balance of Payment Deficits

Production leads to export spurts. In balance of trade terms, the more we export the better. Exporting more goods and services and decreasing imports has explained why despite having constant deficit in its current account, the United States continues to be the richest nation on earth.
When a country buys more goods and services made abroad than it sells to foreigners that country will have balance of payment deficit. A country cannot continue to buy more than it sells indefinitely. This scenario has led to the inability to pay bills and to limited international trade.
This state of affairs has also led in part to the frequent restrictions on the outflow of the Kwacha and the inactivity of foreign businesses in the country. When that happens we run to the IMF. In balance of trade, what matters is production. The nation that produces wins no matter on what terms or conditions!










Investing in Investment

Conventional wisdom teaches that consuming more than you produce may lead to deficit. The credit crunch of 2008 which led to the global economic recession in the United States was partly caused by greed – people consumed more than they earned.
The emerging leaders should learn an economic lesson from recent history. If the 21st century is to be different from that of yesteryear's, there should be concerted effort to produce, invest in infrastructural development, education and health-care while at the same time educating both the government and the citizenry to live within their means.
The current economic picture may be bleak, but her future is promising. To unlock our nation’s economic potential I submit the following: Government should both cut taxes and spend on major infrastructural development. Tax cuts, and even tax holidays, will give tax payers enough purchasing power and thus avoiding the temptation of printing more money which leads to inflation.
In adhering to free market economics, government should reduce tax rates on capital. This will encourage business investment and the creation of well-paying jobs. When the highest tax burden falls on business investment, employment creation suffers.