Pasar potensial Ritail
Pasar ritel di tengah krisis masih mengalami pertumbuhan positif meski melambat dibandingkan tahun lalu. Berdasarkan riset Nielsen Company yang dilakukan pada Januari - April, dibandingkan periode yang sama tahun lalu, secara keseluruhan pasar masih tumbuh 7,4 persen.
"Tapi angka itu melambat dibandingkan dengan Januari - Februari 2008 yang tumbuh 21,9 persen," kata Direktur Layanan Kelas Ritel Nielsen Company Teguh Yunanto di Jakarta, Selasa, 16 Juni 2009.
Dari pertumbuhan sebesar 7,4 persen, pasar modern bertumbuh sebesar 13,4 persen atau turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 28 persen dan pasar tradisional masih tumbuh sebesar 4,1 persen atau turun tajam dari pertumbuhan semula sebesar 18,8 persen.
Riset dilakukan pada 54 item produk kebutuhan sehari-hari yang bermerek melalui pengumpulan data mingguan di Jabotabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, dan daerah pedesaan (rural) di pulau Jawa.
Survei dilakukan terhadap 2.800 rumah tangga di kota besar dan 1.600 rumah tangga di rural. "Dikategorikan rural jika 75 persen penduduknya mayoritas petani," ujarnya.
Menurut Teguh, pertumbuhan pasar hingga akhir tahun akan meningkat hingga di atas 10 persen. "Tahun 2008, total pertumbuhan juga di atas 10 persen karena pada semester kedua akan lebih tinggi dibandingkan semester pertama," ujarnya.
Meski hingga April pertumbuhan hanya 7,4 persen, akan meningkat dengan tajam menjadi sekitar 10 hingga 12 persen karena semester kedua akan terbantu konsumsi hari raya.
Dalam riset tersebut, juga ditemukan fakta konsumsi lima kota besar pada pasar modern mengalami kenaikan kunjungan paling besar dibandingkan dengan pasar tradisional dan warung. "Pasar modern bertumbuh 9,3 persen pada pengeluaran belanja per kunjungan dan 4,5 persen pada volume per kunjungan," kata Teguh.
Sedangkan pada pasar tradisional hanya meningkat 7,8 persen untuk pengeluaran belanja dan 2,2 persen per volume kunjungan. Sedangkan warung atau toko kelontong bertumbuh 8 persen untuk pengeluaran belanja dan 1,6 persenuntuk volume kunjungan.
Menariknya, konsumen pedesaan di Pulau Jawa lebih sering melakukan belanja tapi dengan pengeluaran belanja yang dikurangi. "Jumlah kunjungan masih ada pertumbuhan 2,1 persen tapi pengeluaran per belanja tidak mengalami pertumbuhan atau nol persen," kata Teguh.
Menurut Teguh, ada indikasi bahwa konsumen pedesaan sedang berjuang dengan kenaikan harga dan harus mengorbankan kuantitas untuk mengatur pengeluaran mereka.
Memulai bisnis ritel
1. Memahami konsep produk atau jasa secara baik
Memulai Bisnis Dengan Sukses
Sebelum memulai suatu usaha maka hal yang terpenting adalah pemahaman kita akan konsep produk atau jasa yang akan menjadi bisnis inti. Kita perlu memahami bukan hanya secara teknis produksi tetapi juga pasar dan prospek mulai daripada lingkungan yang terkecil kepada lingkungan yang terbesar. Dalam topik ini dibahas secara menyeluruh aspek-aspek yang penting dalam melakukan analisa atas kelayakan dan prospek produk termasuk produk-produk yang sama sekali baru dengan melihat sisi human behavior, kebutuhan pasar dan lainnya.
2. Membuat visi dan misi bisnis
Setiap orang yang mau memulai bisnis harus mengetahui visi dan misi yang akan menjadi panduan seseorang untuk tetap fokus kepada tujuan bisnis dan organisasi yang awal. Seringkali suatu usaha pada saat mulai berkembang pada tahap berikutnya mengalami kegagalan karena organisasi tersebut tidak memfokuskan diri kepada peningkatan kemajuan bisnis awal tetapi terlalu banyak mencoba mengembangkan bidang usaha lain yang baru. Dalam topik ini setiap orang akan belajar bagaimana membuat visi dan misi dalam kaitannya dengan latar belakang pribadi dan pengetahuan usaha yang akan anda rintis.
3. Perlunya winning, positive dan learning attitude untuk menjadi sukses
Sikap mental merupakan kunci keberhasilan atas usaha anda selain daripada pemahaman usaha anda. there is no over night success sesuatu yang harus dicamkan daripada setiap calon “entrepreneur” karena dibutuhkan waktu, sikap tidak menyerah, proses belajar secara kesinambunga, dan melihat permasalahan secara positif yang tidak membuat anda menjadi patah semangat namun melihat setiap peluang dan belajar atas setiap kegagalan.Anda akan belajar untuk mengembangkan sikap-sikap diatas untuk menjadi “bisnis entrepreneur” yang sukses.
4. Membuat perencanaan dan strategi bisnis yang efektif akan menghindari usaha daripada risiko bisnis dan keuangan.
Secara statistik hampir seluruh kegagalan bisnis kecil dan menengah disebabkan karena tidak adanya atau kurang efektifnya perencanaan bisnis yang anda buat. Asumsi-asumsi seperti kapasitas produksi, tingkat utilisasi produksi, proyeksi kenaikan harga dan biaya dan aspek lainnya dalam perencanaan bisnis haruslah menggambarkan secara akurat realitas pasar atau praktek yang ada dalam suatu industri. Sistematika perhitungan dan proyeksi pendapatan dan biaya harus dibuat secara tepat sehingga membantu setiap calon pengusaha untuk menghitung secara akurat kebutuhan modal investasi dan modal kerja termasuk struktur biaya untuk persiapan awal, tahap percobaan, produksi secara komersial, inventori, distribusi, pemasaran, administrasi, sumber daya manusia dan juga komponen pendapatan usaha yang terdiri dari pendapatan inti dan tambahan. Pemahaman yang baik atas hal ini juga akan membantu calon entrepreneur untuk dapat mengindentifikasi potensi resiko bisnis, manajemen dan keuangan dan membuat langkah-langkah pengendalian untuk dapat menghindari setiap resiko tersebut.
5. Pengetahuan dasar manajemen, organisasi dan sistem akan menghindari usaha daripada risiko manajemen.
Setiap usaha dari yang paling kecil sekalipun membutuhkan manajemen yang baik untuk memastikan proses pemasaran, produksi, distribusi dan penjualan berlangsung dengan baik. Sistem manajemen yang buruk akan mengakibatkan adanya biaya yang tidak perlu seperti bahan baku yang terbuang, pekerja yang tidak produktif karena pengawasan yang tidak efektif dan deskripsi pekerjaan yang tidak jelas, koordinasi dan komunikasi antar pegawai yang tidak efektif sehingga banyak keputusan yang terlambat, perekrutan pegawai yang tidak efektif sehingga banyak pegawai yang keluar masuk dan membuang banyak waktu dan biaya, pelatihan yang tidak baik sehingga produktivitas pegawai yang rendah dan masih banyak lagi permasalahan organisasi. Dalam topik ini kami akan memberikan pengetahuan dasar dan aspek-aspek yang sangat penting yang harus dipelajari oleh calon bisnis entrepreneur untuk menghindari resiko manajemen yang dapat menyebabkan kegagalan usaha.
6. Optimalisasi sumber daya manusia maka 50% usaha Anda sudah berhasil.
Sumber Daya Manusia atau SDM merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha yang sangat penting. Banyak pakar yang menyadari bahwasanya untuk memulai usaha seringkali apabila kita merekrut pegawai yang tepat dan berpotensi sangat baik dapat menutup kelemahan manajemen, organisasi dan sistim dalam jangka pendek. Dengan SDM yang tepat maka kita sudah setengah jalan untuk menjadi sukses. Topik ini akan membantu kita untuk memahami kriteria pegawai yang baik dan sesuai dengan kebutuhan usaha, manajemen SDM secara umum termasuk sistim penilaian kinerja pegawai sehingga setiap pegawai akan merasa puas dan juga bagaimana memotivasi pegawai baik secara psikologi umum maupun dengan sistim insentif untuk mengoptimalkan kinerja pegawai.
7. Mengapa kreativitas, kepemimpinan dan proses pembuatan keputusan sangat penting?
Dalam memulai usaha umumnya setiap calon entrepreneur akan mengalami banyak permasalahan dan krisis. Banyak kegagalan terjadi karena kurangnya kreativitas, kepemimpinan dan pembuatan keputusan yang tepat untuk mencari solusi yang baik. Kreativitas seperti “thinking outbox” atau kemampuan melakukan analisa permasalahan di luar pemahaman yang sudah ada dan mencari alternatif solusi yang kreatif akan sangat membantu usaha anda untuk berhasil. Kreativitas juga akan sangat membantu anda untuk menyesuaikan produk-produk anda agar dapat diterima oleh pasar dan juga melihat berbagai peluang dalam membangun usaha anda. Kepemimpinan sangat penting dalamkrisis untuk membuat setiap pegawai dan semua orang yang terlibat dalam usaha anda percaya bahwasanya anda tidak panik, menjadi tempat last resort solusi atas semua permasalahan dan menjadi panutan. Proses Pembuatan Keputusan akan membantu anda dalam mencari alternatif solusi dan memilih yang terbaik untuk usaha dan organisasi anda. Dalam topik ini anda akan mendapatkan cara-cara mengembangkan kreativitas usaha anda, ciri-ciri kepemimpinan yang cocok dengan latar belakang pribadi anda dan bagaimana proses yang benar dalam membuat keputusan dalam setiap permasalahan.
8. Pengetahuan dasar pengelolaan keuangan dan pembiayaan
Pemahaman atas aspek ini adalah sangat penting dalam perkembangan usaha anda. Seringkali produksi terganggu karena pengelolaan keuangan yang tidak baik seperti kekurangan dana untuk pembelian bahan baku, alat-alat produksi dan lainnya. Dalamtopik ini akan dibahas pengetahuan dasar atas cash flow atau arus kas yang seperti darah dalam tubuh manusia, biaya pendanaan, pembiayaan modal kerja dan investasi, struktur modal, aset perusahaan, penyertaan modal dan lainnya.
9. Pemasaran, pelayanan dan product brand
Pemasaran merupakan ujung tombak keberhasilan penjualan produk atau jasa. Sebaik apapun produk atau jasa tanpa pemasaran yang baik maka akan sangat sukar untuk meningkat penjualan dan keuntungan usaha. Di lain pihak tanpa pelayanan yang baik kepada pelanggan maka akan sangat sukar suatu usaha untuk memperoleh pelanggan yang loyal yang merupakan kunci perkembangan usaha. Dengan pelanggan yang loyal maka pekerjaan pemasaran akan lebih mudah karena pelayanan yang baik akan menciptakan product brand yang baik kepada calon pelanggan baru. Dalam topik ini akan dibahas secera menyeluruh semua aspek penting dalam membuat strategi pemasaran, identifikasi pelayanan yang dibutuhkan pelanggan dan bagaimana menciptakan product brand dan efeknya kepada keberhasilan usaha.
Eksistensi Bisnis ritail
Eksistensi ritail khususnya pasar tradisional, merupakan indikator paling nyata kegiatan ekonomi kemasyarakatan di suatu daerah. Pemerintah harus lebih fokus dan peduli terhadap eksistensi pasar tradisional sebagai salah satu sarana publik berongkos murah yang menunjang kegiatan ekonomi masyarakat. Pasar tradisional tidak hanya menjadi tempat pedagang dan pembeli bertransaksi jual beli, melainkan juga mendukung kelancaran produksi, distribusi hasil pertanian, dan industri kecil yang menyerap banyak tenaga kerja.
Perkembangan jaman,perubahan gaya hidup, dan kualitas sarana yang diusung oleh beberapa pihak komersil ritel modern begitu hebat sehingga membuat eksistensi pasar tradisional menjadi sedikit tenggelam.
Kondisi ini bertentangan, mengingat bahwa sektor pasar tradisional yang sebenarnya memiliki potensi dan kapasitas cukup besar ini, juga menghadapi kompetisi kualitas sarana dan produk dari perkembangan sektor ritel modern. Mengangkat eksistensi pasar tradisional merupakan action sangat penting, mengingat dalam kegiatan pasar modern, terjadi kegiatan jual beli antara masyarakat yang menginginkan kualitas dan ekonomis produk. Hal ini seharusnya diintensifkan dengan kecepatan dalam melakukan inovasi pemasaran guna menarik konsumen yang merupakan kunci sukses di sektor ritel, yang seharusnya juga diimplementasikan pada pasar tradisional agar nilai eksistensi itu tidak pudar
Revitalisasi pasar tradisional dinilai sangat strategis untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional di tengah persaingan dengan ritel modern, dan pusat-pusat perbelanjaan yang kian memamabiak di berbagai wilayah perkotaan.
Karenanya, pemerintah melakukan revitalisasi untuk membangkitkan dan menggerakan kembali eksistensinya, sekaligus memoposikan pasar tradisional dengan konsep belanja satu atap yang aman, nyaman, bersih dan ekonomis bagi pembeli maupun pedagangnya.
Berbicara mengenai revitalisasi, Surabaya termasuk salah satu kota di jawa Timur yang paling concern terhadap revitalisasi pasar tradisional. Mulai tahun 2002 hingga 2010, sudah ada delapan pasar yang direvitalisasi total. Revitalisasi ini melibatkan Pemerintah Kota Surabaya juga bekerja sama dengan pihak ketiga. Total dana yang dialokasikan untuk revitalisasi total mencapai 813,5 miliar rupiah. Program revitalisasi ini antara lain pembangunan fisik pasar tradisional, dengan mengadopsi percontohan pasar bersih, aman, nyaman dan sehat. program revitalisasi selanjutnya adalah membenahi sistem pengelolaan pasar tradisional, mengingat kualitas dari pengelola pasar tradisonal, yaitu PD Surya yang tidak peduli dengan pengembangan dan pembinaan pedagang pasar tradisional. Hal ini terindikasi dari eksisting kualitas sarana pasar tradisional di Surabaya.
Sedikitnya ada 7500 stand baru beserta fasilitas pendukungnya makin melengkapi pasar-pasar yang sudah berubah wajah. Delapan pasar itu antara lain Pasar Wonokromo, Pasar Tambakrejo, Pasar Bratang, Pasar Ampel, Pasar Kapasan, Pasar Koblen, Pasar Manukan dan kini yang tengah dikerjakan proses revitalisasinya adalah Pasar Kupang Gunung. Revitalisasi Pasar Kupang Gunung membutuhkan dana Rp 11,5 miliar.
Berdasarkan data dari PD Pasar Surya, 23 ribu pedagang tradisional yang hingga kini tetap eksis berjualan di pasar tradisional dan jumlah stand yang ada di seluruh pasar tradisional ada sekitar 31.385 kios dan los. Itu belum termasuk 500 stand baru yang dimiliki Pasar Kupang Gunung yang kini tengah direvitalisasi.
Berkat revitalisasi yang intensif ini, total deviden mulai 2003 hingga 2010 menunjukan peningkatan sekitar Rp 8.979.426. Pajak yang diperoleh bahkan mencapai Rp 3.176.429.000 di tahun 2007. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi pasar tradisional memang sangat berpengaruh.
Dari indikasi revitalisasi pasar tradisional di atas, diharapkan mampu menaikkan kualitas sarana dan pengelolaan pasar, baik dari segi kebersihan, kenyamanan, dan keteraturan. Apabila tren positif dari revitalisasi pasar tradisional terus dijaga, maka eksistensi pasar tradisional mampu menanding bahkan mengalahkan keberadaan ritel modern
Cara-cara mempertahankan bisnis ritail
1. Pilih bisnis kemitraan yang berprospek & berkredibilitas untuk jangka panjang dan menarik minat anda, karena anda akan berkecimpung untuk turut serta menekuni bisnis tersebut hingga hasil yang anda harapkan tercapai
2. Rumuskan rencana rencana yang akan mendukung pencapaian goal anda. Contoh : target pencapaian BEP (Break Even Point) / target pencapaian keuntungan yang anda harapkan setiap bulan serta rencana aktivitas marketing yang menunjang performa bisnis anda.
3. Bersemangat dan konsisten akan performa pelayanan hingga mencapai target yang ingin dicapai
4. Berorientasi kepada konsumen, kepuasan terhadap produk dan pelayanan menjadi sebuah citra bisnis secara keseluruhan, dengan berfokus kepada kepuasan konsumen, akan meregenerasikan satu positive word of mouth yang akan sangat membangun brand dan bisnis secara bertahap.
5. Gali potensi dan kreativitas, untuk melakukan aktivitas atau strategi strategi promosi atau marketing untuk menunjukkan eksistensi bisnis yang anda tekuni
6. Tetap positif dan antusias, menjadi kunci utama keberhasilan bisnis retail anda
NoneOchie blog
Selasa, 10 Mei 2011
Kamis, 24 Maret 2011
sistem pemasaran gabah
ANALISIS SISTEM PEMASARAN GABAH/BERAS
(Studi Kasus Petani Padi di Sumatra Utara)
PENDAHULUAN
Pemasaran memiliki fungsi yang sangat penting dalam menghubungkan produsen dengan konsumen dan memberikan nilai tambah yang besar dalam perekonomian. Panglaykim dan Hazil (1960) menyatakan bahwa terdapat sembilan macam fungsi pemasaran yaitu: perencanaan, pembelian, penjualan, transportasi, penyimpanan, standarisasi dan pengelompokan, pembiayaan, komunikasi, dan pengurangan resiko (risk bearing). Sebagai perusahaan, tataniaga sama pentingnya dengan kegiatan produksi karena tampa bantuan sistem tataniaga, petani akan merugi akibat barang-barang hasil produksinya tidak dapat dijual. Sistem distribusi pangan dari produsen ke konsumen dapat terdiri dari beberapa rantai tataniaga(marketing channels) dimana masing masing pelaku pasar memberikan jasa yang berbeda. Besar keuntungan setiap pelaku tergantung pada struktur pasar di setiap tingkatan, posisi tawar, dan efisiensi usaha masing-masing pelaku. Dalam upaya peningkatan efisiensi usaha, diperlukan studi mengenai system pemasaran dan permasalahan yang dihadapi oleh setiap pelaku pemasaran. Secara rinci, penelitian bertujuan untuk:(i)menggambarkan keragaan alur pemasaran gabah/beras mulai dari petani (produsen) sampai konsumen akhir, (ii)menganalisis komponen biaya dan margin pemasaran pada setiap pelaku pemasaran, dan (iii)mengidentifikasi karakteristik dan permasalahan pada setiap pelaku pemasaran. Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan kebijakan dalam perbaikan system pemasaran gabah/beras nasional terutama di Propinsi Sumatra Utara.
Mata Rantai Pemasaran Gabah/Beras
Di Propinsi Sumatra Utara, struktur aliran tataniaga gabah/beras pada garis besarnya ditemukan dua aliran, yaitu: (I) saluran pemasaran pertama, petani menjual gabah ke pedagang pengumpul sebagai kaki tangan pedagang kongsi. Dari pedagang pengumpul, gabah ditampung, dikelompokan menurut jenis varietas dan disalurkan oleh pedagang kongsi ke pedagang kilang. Dari pedagang kilang, gabah mulai mengalami perlakuan meliputi proses pengeringan, penggilingan dan grading 3 beras. Beras yang telah dikemas dan diberi label selanjutnya disalurkan ke pedagang grosir. Dari grosir disalurkan ke pengecer-pengecer untuk dijual ke konsumen; dan (II) saluran pemasaran kedua, petani menjual gabah ke pedagang pengumpul yang merupakan kaki tangan pemilik penggilingan desa. Di penggilingan desa, gabah mengalami proses pengeringan, penggilingan dan grading beras. Selanjutnya beras dikemas dengan tampa diberi label dan disalurkan ke pengecer desa untuk dijual ke konsumen. Mayoritas petani (85%) menempuh saluran pemasaran pertama dan sisanya (15%) menempuh saluran pemasaran kedua.
Beras kilang pada umumnya mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan beras penggilingan lokal sehingga produk mereka dapat menguasai konsumen tingkat kabupaten. Sebaliknya beras penggilingan desa hanya mampu menembus konsumen local. Untuk meningkatkan volume penjualan, penggilingan desa mengadakan kontrak pengadaan beras dengan pihak tertentu untuk memenuhi kebutuhan karyawan (negri maupun swasta) yang jatah beras dari sub-dolog sudah berhenti, rata-rata jumlah kontrak sekitar 3,0-4,0 ton beras per musim.
Komponen Biaya dan Margin Pemasaran
Kegiatan pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan pada umumnya merupakan tiga fungsi utama dari tataniaga disamping fungsi pembiayaan (financing). Tabel 1 menunjukan bahwa pada rantai pemasaran pertama (I), jenis pembiayaan utama dari pedagang pengumpul/kongsi, grosir, dan pedagang pengece hampir sama meliputi biaya transportasi dan bongkar muat. Besar pembiayaan masing-masing adalah pedagang pengumpul/kongsi (Rp.42,-), grosir (Rp.17,-), dan pedagang pengecer (Rp.22,-) per kilogram beras. Jumlah biaya pemasaran paling tinggi terjadi pada pedagang kilang, yaitu Rp.127,- per kilogram beras. Besarnya pembiayaan tersebut dikarenakan di pedagang kilang gabah mulai mendapatkan perlakuan penting meliputi proses pengeringan, penggilingan, pengemasan disamping biaya transportasi dan bongkar muat. Margin pemasaran (marketing margin) paling tinggi berturut-turut terjadi pada pedagang kilang (7,6%), pedagang pengumpul/kongsi (6,7%), pedagang pengecer (1,8%), dan grosir (1,2%). Meskipun margin keuntungan (net benefit margin) di kilang hanya mencapai Rp.89,-/kg, tetapi jumlah volume penjualanya paling besar yaitu sekitar 1.500-2.000 ton beras per musim.
Pada pedagang kilang, diduga sering terjadi pengeplosan beras lokal dengan beras impor yang harganya 16,7% lebih murah dibandingkan beras local (Rp.2.800,- /kg) dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing pemasaran melalui penurunan harga. Tidakan ini perlu diteliti dan apabila benar perlu diperbaiki untuk melindungi keberadaan penggilingan padi local (village rice milles). Pada rantai pemasaran kedua (II), harga jual gabah petani lebih tinggi 5,9% dibandingkan dengan rantai pemasaran pertama karena gabah dibeli dari para petani disekitar pabrik penggilingan (village rice milles) sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi tinggi dan kualitas gabah umumnya lebih baik. Seperti pada rantai pemasaran pertama, jenis pembiayaan yang dikeluarkan setiap pelaku pasar hamper sama. Pada rantai pemasaran ini, margin pemasaran terbesar terjadi pada penggilingan desa sebanyak 7,4 persen sementara pengumpul dan pengecer masing-masing 2,5 dan 1,8 persen (Table 2).
Di tingkat pengecer, harga beras penggilingan hanya Rp.2.830,-/kg atau 0,7
persen lebih rendah dibandingkan harga beras kilang. Perbedaan dikarenakan mutu beras penggilingan umumnya lebih rendah dibandingkan produk kilang, terutama dari aspek warna kurang putih serta tingginya persentase kandungan bekatul dan beras pecah. Kualitas beras kilang lebih baik dikarenakan pedagang kilang memiliki fasilitas pengolahan gabah/beras lebih baik dibandingkan penggilingan desa. Pada tingkat pasar kabupaten, produk mereka kalah bersaing dengan beras kilang sehingga penggilingan desa hanya menyalurkan beras ke pengecer local dan pihak-pihak yang telah mengadakan kontrak pengadaan beras (karyawan). Tabel 2 menginformasikan, bahwa penggilingan desa memperoleh margin keuntungan paling tinggi yaitu sebanyak Rp.85,-/kg sedangkan pedagang pengumpul dan pengecer masing-masing hanya mencapai Rp.48,- dan Rp.28,-/kg.
Kesimpulan
1. Struktur aliran tataniaga gabah/beras pada garis besarnya ditemukan dua aliran, yaitu: (I) saluran pemasaran pertama, petani menjual gabah ke pedagang pengumpul sebagai kaki tangan pedagang kongsi. Dari pedagang pengumpul, gabah disalurkan oleh pedagang kongsi ke pedagang kilang. Dari pedagang kilang, gabah mulai mengalami perlakuan meliputi proses pengeringan, penggilingan dan grading beras. Beras yang telah dikemas disalurkan ke pedagang grosir, dari grosir disalurkan ke pengecer-pengecer untuk dijual ke konsumen; dan (II) saluran pemasaran kedua, petani menjual gabah ke pedagang pengumpul yang merupakan kaki tangan pemilik penggilingan desa. Di penggilingan desa, gabah mengalami proses pengeringan, penggilingan dan grading beras. Selanjutnya beras dikemas dan disalurkan ke pengecer desa untuk dijual ke konsumen. Mayoritas petani (85%) menempuh saluran pemasaran pertama dan sisanya (15%) menempuh saluran pemasaran kedua. 2. Jenis pengeluaran utama dari pedagang pengumpul/kongsi, grosir dan pedagang pengecer hampir sama meliputi biaya transportasi dan bongkar muat. Pada saluran pemasaran I besar biaya pemasaran pedagang pengumpul/kongsi (Rp.42,-), grosir (Rp.17,-), dan pedagang pengecer (Rp.22,-) per kilogram beras. Jumlah biaya pemasaran paling tinggi terjadi pada pedagang kilang, yaitu Rp.127,- per kilogram beras. Margin pemasaran (marketing margin) paling tinggi berturut-turut terjadi pada pedagang kilang sebanyak 7,6%, pedagang pengumpul/kongsi 6,7%, sedangkan pedagang grosir dan pengecer masing-masing 1,2 dan 1,8%. Margin keuntungan (net benefit margin) di kilang mencapai Rp.89,-/kg. Pada saluran pemasaran II, margin pemasaran terbesar terjadi pada penggilingan desa sebanyak 7,4 persen sementara pedagang pengumpul dan pengecer masing-masing 2,5 dan 1,8 persen. 3. Permasalahan utama banyak ditemukan di tingkat petani sebagai produsen gabah yaitu kelemahan permodalan sehingga terjerat ke pihak pelepas uang (money lender). Disamping itu mayoritas petani (95%) menjual gabah langsung setelah panen sehingga harga jual gabah jatuh.
(Studi Kasus Petani Padi di Sumatra Utara)
PENDAHULUAN
Pemasaran memiliki fungsi yang sangat penting dalam menghubungkan produsen dengan konsumen dan memberikan nilai tambah yang besar dalam perekonomian. Panglaykim dan Hazil (1960) menyatakan bahwa terdapat sembilan macam fungsi pemasaran yaitu: perencanaan, pembelian, penjualan, transportasi, penyimpanan, standarisasi dan pengelompokan, pembiayaan, komunikasi, dan pengurangan resiko (risk bearing). Sebagai perusahaan, tataniaga sama pentingnya dengan kegiatan produksi karena tampa bantuan sistem tataniaga, petani akan merugi akibat barang-barang hasil produksinya tidak dapat dijual. Sistem distribusi pangan dari produsen ke konsumen dapat terdiri dari beberapa rantai tataniaga(marketing channels) dimana masing masing pelaku pasar memberikan jasa yang berbeda. Besar keuntungan setiap pelaku tergantung pada struktur pasar di setiap tingkatan, posisi tawar, dan efisiensi usaha masing-masing pelaku. Dalam upaya peningkatan efisiensi usaha, diperlukan studi mengenai system pemasaran dan permasalahan yang dihadapi oleh setiap pelaku pemasaran. Secara rinci, penelitian bertujuan untuk:(i)menggambarkan keragaan alur pemasaran gabah/beras mulai dari petani (produsen) sampai konsumen akhir, (ii)menganalisis komponen biaya dan margin pemasaran pada setiap pelaku pemasaran, dan (iii)mengidentifikasi karakteristik dan permasalahan pada setiap pelaku pemasaran. Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan kebijakan dalam perbaikan system pemasaran gabah/beras nasional terutama di Propinsi Sumatra Utara.
Mata Rantai Pemasaran Gabah/Beras
Di Propinsi Sumatra Utara, struktur aliran tataniaga gabah/beras pada garis besarnya ditemukan dua aliran, yaitu: (I) saluran pemasaran pertama, petani menjual gabah ke pedagang pengumpul sebagai kaki tangan pedagang kongsi. Dari pedagang pengumpul, gabah ditampung, dikelompokan menurut jenis varietas dan disalurkan oleh pedagang kongsi ke pedagang kilang. Dari pedagang kilang, gabah mulai mengalami perlakuan meliputi proses pengeringan, penggilingan dan grading 3 beras. Beras yang telah dikemas dan diberi label selanjutnya disalurkan ke pedagang grosir. Dari grosir disalurkan ke pengecer-pengecer untuk dijual ke konsumen; dan (II) saluran pemasaran kedua, petani menjual gabah ke pedagang pengumpul yang merupakan kaki tangan pemilik penggilingan desa. Di penggilingan desa, gabah mengalami proses pengeringan, penggilingan dan grading beras. Selanjutnya beras dikemas dengan tampa diberi label dan disalurkan ke pengecer desa untuk dijual ke konsumen. Mayoritas petani (85%) menempuh saluran pemasaran pertama dan sisanya (15%) menempuh saluran pemasaran kedua.
Beras kilang pada umumnya mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan beras penggilingan lokal sehingga produk mereka dapat menguasai konsumen tingkat kabupaten. Sebaliknya beras penggilingan desa hanya mampu menembus konsumen local. Untuk meningkatkan volume penjualan, penggilingan desa mengadakan kontrak pengadaan beras dengan pihak tertentu untuk memenuhi kebutuhan karyawan (negri maupun swasta) yang jatah beras dari sub-dolog sudah berhenti, rata-rata jumlah kontrak sekitar 3,0-4,0 ton beras per musim.
Komponen Biaya dan Margin Pemasaran
Kegiatan pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan pada umumnya merupakan tiga fungsi utama dari tataniaga disamping fungsi pembiayaan (financing). Tabel 1 menunjukan bahwa pada rantai pemasaran pertama (I), jenis pembiayaan utama dari pedagang pengumpul/kongsi, grosir, dan pedagang pengece hampir sama meliputi biaya transportasi dan bongkar muat. Besar pembiayaan masing-masing adalah pedagang pengumpul/kongsi (Rp.42,-), grosir (Rp.17,-), dan pedagang pengecer (Rp.22,-) per kilogram beras. Jumlah biaya pemasaran paling tinggi terjadi pada pedagang kilang, yaitu Rp.127,- per kilogram beras. Besarnya pembiayaan tersebut dikarenakan di pedagang kilang gabah mulai mendapatkan perlakuan penting meliputi proses pengeringan, penggilingan, pengemasan disamping biaya transportasi dan bongkar muat. Margin pemasaran (marketing margin) paling tinggi berturut-turut terjadi pada pedagang kilang (7,6%), pedagang pengumpul/kongsi (6,7%), pedagang pengecer (1,8%), dan grosir (1,2%). Meskipun margin keuntungan (net benefit margin) di kilang hanya mencapai Rp.89,-/kg, tetapi jumlah volume penjualanya paling besar yaitu sekitar 1.500-2.000 ton beras per musim.
Pada pedagang kilang, diduga sering terjadi pengeplosan beras lokal dengan beras impor yang harganya 16,7% lebih murah dibandingkan beras local (Rp.2.800,- /kg) dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing pemasaran melalui penurunan harga. Tidakan ini perlu diteliti dan apabila benar perlu diperbaiki untuk melindungi keberadaan penggilingan padi local (village rice milles). Pada rantai pemasaran kedua (II), harga jual gabah petani lebih tinggi 5,9% dibandingkan dengan rantai pemasaran pertama karena gabah dibeli dari para petani disekitar pabrik penggilingan (village rice milles) sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi tinggi dan kualitas gabah umumnya lebih baik. Seperti pada rantai pemasaran pertama, jenis pembiayaan yang dikeluarkan setiap pelaku pasar hamper sama. Pada rantai pemasaran ini, margin pemasaran terbesar terjadi pada penggilingan desa sebanyak 7,4 persen sementara pengumpul dan pengecer masing-masing 2,5 dan 1,8 persen (Table 2).
Di tingkat pengecer, harga beras penggilingan hanya Rp.2.830,-/kg atau 0,7
persen lebih rendah dibandingkan harga beras kilang. Perbedaan dikarenakan mutu beras penggilingan umumnya lebih rendah dibandingkan produk kilang, terutama dari aspek warna kurang putih serta tingginya persentase kandungan bekatul dan beras pecah. Kualitas beras kilang lebih baik dikarenakan pedagang kilang memiliki fasilitas pengolahan gabah/beras lebih baik dibandingkan penggilingan desa. Pada tingkat pasar kabupaten, produk mereka kalah bersaing dengan beras kilang sehingga penggilingan desa hanya menyalurkan beras ke pengecer local dan pihak-pihak yang telah mengadakan kontrak pengadaan beras (karyawan). Tabel 2 menginformasikan, bahwa penggilingan desa memperoleh margin keuntungan paling tinggi yaitu sebanyak Rp.85,-/kg sedangkan pedagang pengumpul dan pengecer masing-masing hanya mencapai Rp.48,- dan Rp.28,-/kg.
Kesimpulan
1. Struktur aliran tataniaga gabah/beras pada garis besarnya ditemukan dua aliran, yaitu: (I) saluran pemasaran pertama, petani menjual gabah ke pedagang pengumpul sebagai kaki tangan pedagang kongsi. Dari pedagang pengumpul, gabah disalurkan oleh pedagang kongsi ke pedagang kilang. Dari pedagang kilang, gabah mulai mengalami perlakuan meliputi proses pengeringan, penggilingan dan grading beras. Beras yang telah dikemas disalurkan ke pedagang grosir, dari grosir disalurkan ke pengecer-pengecer untuk dijual ke konsumen; dan (II) saluran pemasaran kedua, petani menjual gabah ke pedagang pengumpul yang merupakan kaki tangan pemilik penggilingan desa. Di penggilingan desa, gabah mengalami proses pengeringan, penggilingan dan grading beras. Selanjutnya beras dikemas dan disalurkan ke pengecer desa untuk dijual ke konsumen. Mayoritas petani (85%) menempuh saluran pemasaran pertama dan sisanya (15%) menempuh saluran pemasaran kedua. 2. Jenis pengeluaran utama dari pedagang pengumpul/kongsi, grosir dan pedagang pengecer hampir sama meliputi biaya transportasi dan bongkar muat. Pada saluran pemasaran I besar biaya pemasaran pedagang pengumpul/kongsi (Rp.42,-), grosir (Rp.17,-), dan pedagang pengecer (Rp.22,-) per kilogram beras. Jumlah biaya pemasaran paling tinggi terjadi pada pedagang kilang, yaitu Rp.127,- per kilogram beras. Margin pemasaran (marketing margin) paling tinggi berturut-turut terjadi pada pedagang kilang sebanyak 7,6%, pedagang pengumpul/kongsi 6,7%, sedangkan pedagang grosir dan pengecer masing-masing 1,2 dan 1,8%. Margin keuntungan (net benefit margin) di kilang mencapai Rp.89,-/kg. Pada saluran pemasaran II, margin pemasaran terbesar terjadi pada penggilingan desa sebanyak 7,4 persen sementara pedagang pengumpul dan pengecer masing-masing 2,5 dan 1,8 persen. 3. Permasalahan utama banyak ditemukan di tingkat petani sebagai produsen gabah yaitu kelemahan permodalan sehingga terjerat ke pihak pelepas uang (money lender). Disamping itu mayoritas petani (95%) menjual gabah langsung setelah panen sehingga harga jual gabah jatuh.
mangga
KINERJA DAN PROSPEK PEMASARAN KOMODITAS MANGGA
(Studi kasus petani mangga di Propinsi Jawa Barat)
PENDAHULUAN
Mangga (Mangifera indica) termasuk komoditas buah unggulan Nasional yang mampu berperan sebagai sumber vitamin dan mineral, meningkatkan pendapatan petani, serta mendukung perkembangan industri dan ekspor. Pada tahun 2003, volume ekspor mangga
Indonesia mencapai 559 ribu ton atau setara dengan 461 ribu US$ sedangkan volume impor mencapai 348 ribu ton atau setara dengan 329 ribu US$. Jadi volume ekspor mangga Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan volume impor sebanyak 211 ribu ton atau setara dengan 132 US$ (Ditjen Hortikultura, 2004). Pengembangan mangga Nasional diarahkan ke wilayah-wilayah sentra produksi yang sudah dikenal, paling luas berturut-turut ke wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, dan NTT.
Selama sembilan tahun (1993-2001) laju pertumbuhan 3 luas panen menunjukan kenaikan sebanyak 0,20 persen, sedangkan laju produktivitas dan produksi menurun masing-masing 2,01 persen dan 1,79 persen per tahun. Sekarang, komoditas pertanian Indonesia termasuk mangga sudah memasuki era perdagangan bebas, status pasarnya sudah mendunia, persaingan pemasaran tidak terbatas pada Negara ASEAN (AFTA) tetapi secara frontal sudah masuk ke pasar Internasional. Produk mangga Indonesia harus bersaing dengan mangga dari Negara lain seperti mangga Thailand, Philipina, India, Meksiko, Brazil dan Australia. Lebih jauh, arena persaingan tidak saja terjadi di pasar ekspor/luar negri tetapi juga terjadi di pasar dalam negri terutama pasar moderen seperti supermarket, hypermarket, fruitshop, hotel berbintang, dan usaha katering, sejalan dengan terbukanya pintu impor mangga luar (Sumarno, 2003). Dalam upaya meningkatkan daya saing pemasaran, baik di pasar dalam negri maupun pasar internasional, tidak ada jalan lain bagi petani mangga Indonesia melainkan harus bekerja keras, menyediakan produk melimpah dengan mutu tinggi dan diproduksi dengan biaya efisien. Kusumo (1989) menginformasikan bahwa selama ini upaya pemasaran mangga Indonesia menjumpai beberapa permasalahan yaitu produk tidak seragam ukurannya, penampilan kurang menarik, tingkat kematangan tidak menentu, kehilangan hasil sekitar 5-15 persen, dan belum ada karakterisisasi patologi untuk menentukan perlakuan pasca panen/pestisida. Penelitian ini secara rinci bertujuan untuk : (a) mengidentifikasi karakteristik petani dan teknik budidaya mangga, (b) menganalisis kelayakan ekonomi usahatani mangga, (c) mempelajari saluran pemasaran dan perilaku lembaga pemasaran dan (d) menganalisis margin pemasaran dan bagian harga yang diterima petani (Farmers share). Hasil penelitian merupakan informasi penting, bahan masukan pengembangan komoditas mangga supaya lebih mampu bersaing baik di pasar domestik maupun pasar internasional.
Karakteristik petani dan Budidaya Mangga
Karakteristik petani.
Keberhasilan usahatani sangat ditentukan oleh karakteristik petani sebagai pelaku usahatani, pembuat dan pengambil keputusan dalam menjalankan kegiatan usahatani. Karakteristik petani terkait dengan keberhasilan usahatani terutama menyangkut aspek umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan utama dan luas penguasaan lahan usahatani.
Karakteristik petani Persentase
(%)
1. Kelompok umur kepala keluarga (KK)
a. 26 – 40 Th
b. 41 – 51 Th
c. 56 – 69 Th
2. Tingkat pendidikan KK
a. Buta huruf
b. 1 – 9 Th
c. 10 – 17 Th
3. Pekerjaan utama KK
a. Usahatani mangga
b. Usahatani pangan
c. Lainnya1)
4. Luas penguasaan kebun
a. 0,10 – 1,07 Ha
b. 1,08 – 2,06 Ha
c. 2,07 – 3,09 Ha
5. Status penguasaan kebun
a. Milik
b. Bukan milik (sewa dan kontrak)
c. Campuran2
64,0
20,0
16,0
4,0
76,0
16,0
80,0
8,0
12,0
76,0
12,0
12,0
44,0
12,0
44,0
Tabel 2 menginformasikan, bahwa karakteristik petani relatif cukup baik dalam mendukung upaya pengembangan produksi mangga atau penerimaan inovasi baru. Mayoritas umur petani termasuk usia produktif (84%), berpendidikan (94%) dan mempunyai pekerjaan utama dibidang budidaya mangga (89%). Beberapa aspek yang kurang menguntungkan, yaitu masih ditemukan petani buta huruf (4%), kepemilikan lahan masih sempit (76%) dan status penguasaan lahan sewa/kontrak (12%). Petani berlahan sempit umumnya lemah dalam pembentukan modal, sehingga sering terjerumus pinjaman ke pelepas uang atau mereka terpaksa harus menyewakan/mengontrakan lahan kebunnya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak. Petani berstatus sewa dan kontrak pada umumnya akan mengeksploitasi tanaman supaya menghasilkan banyak, menggunakan zat perangsang bunga “goldstar” tetapi tidak diikuti dengan pemupukan yang memadai akibatnya pertumbuhan tanaman pada musim berikutnya akan merana bahkan produksinya turun drastis (Diperta Kabupaten Majalengka, 2004).
Karagaan Budidaya Mangga.
Jenis-jenis mangga utama yang diusahakan petani ada tiga yaitu arumanis, gedong dan dermayu (cengkir) sedangkan jenis lainnya dimasukan sebagai mangga sampingan dikenal dengan nama lokal “mangga rucah” seperti golek, manalagi, bapang, dan kidang. Tabel 3 menginformasikan, bahwa populasi tanaman mangga mencapai 94 pohon per hektar terdiri atas tanaman menghasilkan (86,2%), tanaman belum menghasilkan (13,8%) sedang tanaman rusak tidak ditemukan karena petani selalu melakukan rehabilitasi tanaman. Mangga pertama kali diusahakan di pekarangan dan kebun, sedangkan penanaman mangga di lahan sawah mulai berkembang sekitar tahun 1980-an.
Tanaman asal biji paling banyak merupakan tanaman warisan orang tua dimana waktu itu peranan Balai Benih belum cukup baik. Petani lebih menyukai menanam bibit biji untuk jenis dermayu karena jenis ini tidak mengalami perubahan berarti dari induknya, baik dari segi cita rasa maupun bentuk. Di lahan pekarangan dan kebun banyak ditemukan tanaman gedong dan demayu yang berumur tua (70 tahun-an) dengan ketinggian di atas 25 meter. Pohon-pohon demikian akan menyulitkan dalam pemeliharaan terutama pengemdalian HPT, panenan dan menaikan curahan tenaga kerja sehingga kualitas mangga yang dihasilkan dan efisiensi produksi sulit dicapai. Tanaman mangga pada umumnya sudah memasuki usia produktif, kegiatan usahatani mangga terdiri atas rehabilitasi tanaman rusak, penyiangan, pemupukan, pengendalian HPT, pemangkasan, panen/angkut dan pemasaran hasil. Jumlah curahan tenaga kerja untuk masingmasing kegiatan adalah 2,0 HOK (rehabilitasi), 21,1 HOK (penyiangan), 13,5 HOK (pemupukan), 17,2 HOK (pengendalian HPT), 3,7 HOK (pemangkasan), dan 23,0 HOK (panen/angkut) per tahun.
Petani sangat menyukai penggunaan pupuk kandang, NPK dan Zat Perangsang bunga ”goldstar”. Pupuk kandang sangat diminati karena dapat memberikan manfaat ganda yiatu disamping menyediakan hara tanaman juga dapat memperbaiki kondisi fisik dan mikroorganisme tanah. Pupuk NPK dapat menyediakan tiga unsur hara (N,P dan K) dalam satu kali aplikasi sedangkan zat perangsang bunga untuk meningkatkan jumlah produksi dan mempercepat masa pembungaan. Jenis Hama Penyakit Tanaman (HPT) yang sering menimbulkan kerugian yaitu; (a) penggerek cabang, (b) lalat buah (Dacus dorsalis), (c) pengerek buah, (d) kalong, dan (e) kelelawar. Sedangkan jenis penyakitnya adalah benalu (Lauranthaceae sp.). Untukmengendalikan hama penyakit petani melakukan penyemprotan antara empat sampai tujuh kali per tahun menggunakan pestisida kimia seperti Sevin, Tetrin, Furadan, Blimer, dan lainnya. Khusus untuk kalong dan kelelawar petani menggunakan obat temik yang dikenal dengan nama daerahnya “tali kambing”, dengan cara dimasukan kedalam buah mangga matang dan diumpankan di pohon mangga..
Kelayakan Ekonomi Usaha tani Mangga
Tujuan utama petani mengelola usahatani adalah untuk mendapatkan penerimaan kotor sebesar-besarnya dengan menekan pengeluaran sekecil mungkin sehingga petani akan memperoleh pedapatan bersih yang tinggi. Hasil analisis partial menunjukan bahwa dalam satu tahun produksi, usahatani mangga mengeluarkan biaya Rp.6.488 ribu per hektar per tahun, dialokasikan paling banyak untuk kebutuhan sarana produksi (48,9%), upah tenaga kerja (41,0%), pengadaan pestisida (8,9%), dan biaya lainnya (1,1%). Nilai penerimaan kotor Rp.30.130 ribu dan pendapatan A (ongkos tenaga kerja keluarga diperhitungkan) mencapai Rp.23.641 ribu sedangkan pendapatan B (ongkos tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan) nilai pendapatan menjadi lebih besar yaitu Rp.24.654 ribu per hektar per tahun. Usahatani mangga termasuk layak secara ekonomi karena mempunyai nilai R/C rasio 4,64 artinya setiap pengeluaran Rp.1,- akan memberikan penerimaan sebanyak Rp.4,64,-
Di tingkat lapangan ditemukan beberapa permasalahan menghambat peningkatan produksi dan kualitas mangga, yaitu: (a) produksi mangga sangat tergantung pada kondisi curah hujan, kalau musim berbunga terjadi hujan besar tiga kali dapat menurunkan produksi mangga sampai 40 persen, (b) lokasi kebun terpencar-pencar dan sebagian besar (76%) sekala usahatani tergolong sempit, (c) adanya penjualan sistem sewa dan kontrak yang menyebabkan tanaman mangga rusak. Sedangkan pendapatan usahatani mangga sangat tergantung kepada harga jual yang cukup fluktuatif. Harga rendah terjadi pada waktu panen raya (mulai pertengahan Oktober sampai Desember) sedangkan harga tinggi terjadi pada waktu awal dan akhir musim panen.
Rantai Pemasaran dan Perilaku Lembaga Pemasaran
Rantai pemasaran.
Dalam pemasaran mangga dari petani sampai konsumen ditemukan banyak pelaku pasar (lembaga pemasaran) terdiri atas pedagang pengumpul, pengepul (agen), pedagang pasar induk, suplayer, pengecer pasar tradisional, toko/kios buah, pasar moderen (supermarket) dan eksportir. Gambar 1 menunjukan bahwa ada tujuh rantai saluran pemasaran dalam menyalurkan produk mangga, yaitu:
1. Petani → Pengumpul → Agen → Pasar induk → Pasar tradisional → Konsumen
2. Petani → pengumpul →Agen → Pasar induk → Toko/Kios buah → Konsumen
3. Petani → Pengumpul → Agen →Pasar induk → Suplayer → Pasar modern →Konsumen
4. Petani → Pengumpul → Agen → Pasar induk → Suplayer → Eksportir → Konsumen
5. Petani → Pengumpul → Agen → Suplayer → Pasar modern → Konsumen
6. Petani → Pengumpul → Agen → Suplayer → Eksportir → Konsumen
7. Petani → Pengumpul → Agen → Pasar tradisional lokal → Konsumen
Jangkauan pemasaran mangga Majalengka tidak hanya ke wilayah Jawa Barat tetapi juga ke wilayah luar Jabar seperti DKI.Jakarta, Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Pemasaran ke luar Jawa Barat digambarkan pada saluran pemasaran keempat, kelima dan keenam. Karena keterbatasan, penelitian ini hanya membahas pemasaran mangga di wilayah Jawa Barat, yaitu saluran pemasaran pertama, kedua, ketiga dan ketujuh. Petani menjual mangga ke pengumpul dalam bentuk hasil panen seadanya dikenal dengan nama daerah ”bentuk rucahan”, campuran berbagai jenis mangga, ukuran dan tingkat kematangan buah. Selanjutnya oleh pengumpul dilakukan sortasi berdasarkan varietas, ukurandan kematangan, dihasilkan mangga grade (A dan B) sebanyak 70 persen dan sisanya dinamakan mangga rucah (grade C) 30 persen. Pedagang agen merupakan titik awal pendistribusian mangga, mereka menjual mangga grade A dan B dalam satu kelas (grade A/B) dijual ke pedagang pasar induk dan suplayer sedangkan grade C dijual ke pasar tradisional lokal yang tersebar di Majalengka, Sumedang, Cirebon dan Indramayu. Dari pasar induk, mangga A/B dijual ke beberapa pedagang pengecer tradisional, toko/kios buah dan suplayer pasar modern. Petani tidak bisa menjual langsung ke pasar induk karena ada persyaratan yang sulit dipenuhi seperti jumlah volume penjualan dan kontinyuitas pengiriman sedangkan penjualan langsung ke suplayer terkendala oleh ketidaktahuan prosedurnya. Pedagang agen tidak bisa menjual mangga langsung ke pasar modern (supermarket) karena harus dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar sebagai suplayer sedangkan penjualan langsung ke pedagang pasar tradisional dan toko/kios buah terkendala oleh kecilnya volume pembelian pedagang pengecer.
Perilaku lembaga pemasaran.
Pedagang pengumpul merupakan kaki tangan pedagang agen, satu pengepul mempunyai 5 sampai 10 pedagang pengumpul yang berlokasi sampai ke luar kecamatan. Peranan pedagang pengumpul sangat penting terutama untuk memperlancar dan memperluas jangkauan pembelian. Untuk mengikat langganan pembelian, agen bekerjasama dengan pengumpul memberikan bantuan uang ke para petani yang membutuhkan baik untuk kebutuhan usahatani maupun untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagai konsekuensinya, petani secara lidak langsung harus menjual hasil panen kepada pihak mereka. Petani menghadapi struktur pasar bersaing tidak sempurna, ditandai dengan jumlah penjual banyak sedangkan pembelinya sedikit, informasi pasar petani masih lemah dan harga jual mangga paling kuat ditetapkan oleh pembeli (pengumpul). Petani umumnya memperoleh informasi harga mangga dari beberapa petani lain yang sudah menjual dan dari pedagang setempat.
Marjin Pemasaran dan Bagian Harga yang Diterima Petani
Margin pemasaran merupakan selisih harga antara harga jual petani dengan pelaku pasar diatasnya. Tabel 9 menginformasikan bahwa semakin panjang rantai pemasaran semakin besar nilai margin pemasaran. Dalam pemasaran mangga grade A/B, saluran pemasaran ketiga merupakan saluran paling panjang dan memberikan margin pemasaran Rp.5.588,- terdiri atas biaya pemasaran Rp.932,- dan margin keuntungan Rp.4.656,-. Sedangkan saluran pemasaran kesatu dan kedua merupakan saluran pemasaran lebih pendek dan memberikan margin pemasaran masing-masing Rp.3.588,- dan Rp.3.838,-
Pada pemasaran grade A/B, pedagang agen selalu mendapatkan margin keuntungan paling tinggi dibandingkan pelaku pasar lainnya, yaitu masing-masing sebanyak Rp.1.504,-. Hal ini dikarenakan disamping biaya pemasaran yang dikeluarkan agen paling besar juga mereka menanggung resiko besar akibat pembayaran system komisi oleh pedagang pasar induk dan untung rugi sangat tergantung pada perkembangan harga yang cukup fluktuatip. Untuk pemasaran mangga grade C, marjin keuntungan tertinggi terjadi pada pedagang pengecer pasar lokal karena mereka mengambil mangga langsung dari agen.
(Studi kasus petani mangga di Propinsi Jawa Barat)
PENDAHULUAN
Mangga (Mangifera indica) termasuk komoditas buah unggulan Nasional yang mampu berperan sebagai sumber vitamin dan mineral, meningkatkan pendapatan petani, serta mendukung perkembangan industri dan ekspor. Pada tahun 2003, volume ekspor mangga
Indonesia mencapai 559 ribu ton atau setara dengan 461 ribu US$ sedangkan volume impor mencapai 348 ribu ton atau setara dengan 329 ribu US$. Jadi volume ekspor mangga Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan volume impor sebanyak 211 ribu ton atau setara dengan 132 US$ (Ditjen Hortikultura, 2004). Pengembangan mangga Nasional diarahkan ke wilayah-wilayah sentra produksi yang sudah dikenal, paling luas berturut-turut ke wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, dan NTT.
Selama sembilan tahun (1993-2001) laju pertumbuhan 3 luas panen menunjukan kenaikan sebanyak 0,20 persen, sedangkan laju produktivitas dan produksi menurun masing-masing 2,01 persen dan 1,79 persen per tahun. Sekarang, komoditas pertanian Indonesia termasuk mangga sudah memasuki era perdagangan bebas, status pasarnya sudah mendunia, persaingan pemasaran tidak terbatas pada Negara ASEAN (AFTA) tetapi secara frontal sudah masuk ke pasar Internasional. Produk mangga Indonesia harus bersaing dengan mangga dari Negara lain seperti mangga Thailand, Philipina, India, Meksiko, Brazil dan Australia. Lebih jauh, arena persaingan tidak saja terjadi di pasar ekspor/luar negri tetapi juga terjadi di pasar dalam negri terutama pasar moderen seperti supermarket, hypermarket, fruitshop, hotel berbintang, dan usaha katering, sejalan dengan terbukanya pintu impor mangga luar (Sumarno, 2003). Dalam upaya meningkatkan daya saing pemasaran, baik di pasar dalam negri maupun pasar internasional, tidak ada jalan lain bagi petani mangga Indonesia melainkan harus bekerja keras, menyediakan produk melimpah dengan mutu tinggi dan diproduksi dengan biaya efisien. Kusumo (1989) menginformasikan bahwa selama ini upaya pemasaran mangga Indonesia menjumpai beberapa permasalahan yaitu produk tidak seragam ukurannya, penampilan kurang menarik, tingkat kematangan tidak menentu, kehilangan hasil sekitar 5-15 persen, dan belum ada karakterisisasi patologi untuk menentukan perlakuan pasca panen/pestisida. Penelitian ini secara rinci bertujuan untuk : (a) mengidentifikasi karakteristik petani dan teknik budidaya mangga, (b) menganalisis kelayakan ekonomi usahatani mangga, (c) mempelajari saluran pemasaran dan perilaku lembaga pemasaran dan (d) menganalisis margin pemasaran dan bagian harga yang diterima petani (Farmers share). Hasil penelitian merupakan informasi penting, bahan masukan pengembangan komoditas mangga supaya lebih mampu bersaing baik di pasar domestik maupun pasar internasional.
Karakteristik petani dan Budidaya Mangga
Karakteristik petani.
Keberhasilan usahatani sangat ditentukan oleh karakteristik petani sebagai pelaku usahatani, pembuat dan pengambil keputusan dalam menjalankan kegiatan usahatani. Karakteristik petani terkait dengan keberhasilan usahatani terutama menyangkut aspek umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan utama dan luas penguasaan lahan usahatani.
Karakteristik petani Persentase
(%)
1. Kelompok umur kepala keluarga (KK)
a. 26 – 40 Th
b. 41 – 51 Th
c. 56 – 69 Th
2. Tingkat pendidikan KK
a. Buta huruf
b. 1 – 9 Th
c. 10 – 17 Th
3. Pekerjaan utama KK
a. Usahatani mangga
b. Usahatani pangan
c. Lainnya1)
4. Luas penguasaan kebun
a. 0,10 – 1,07 Ha
b. 1,08 – 2,06 Ha
c. 2,07 – 3,09 Ha
5. Status penguasaan kebun
a. Milik
b. Bukan milik (sewa dan kontrak)
c. Campuran2
64,0
20,0
16,0
4,0
76,0
16,0
80,0
8,0
12,0
76,0
12,0
12,0
44,0
12,0
44,0
Tabel 2 menginformasikan, bahwa karakteristik petani relatif cukup baik dalam mendukung upaya pengembangan produksi mangga atau penerimaan inovasi baru. Mayoritas umur petani termasuk usia produktif (84%), berpendidikan (94%) dan mempunyai pekerjaan utama dibidang budidaya mangga (89%). Beberapa aspek yang kurang menguntungkan, yaitu masih ditemukan petani buta huruf (4%), kepemilikan lahan masih sempit (76%) dan status penguasaan lahan sewa/kontrak (12%). Petani berlahan sempit umumnya lemah dalam pembentukan modal, sehingga sering terjerumus pinjaman ke pelepas uang atau mereka terpaksa harus menyewakan/mengontrakan lahan kebunnya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak. Petani berstatus sewa dan kontrak pada umumnya akan mengeksploitasi tanaman supaya menghasilkan banyak, menggunakan zat perangsang bunga “goldstar” tetapi tidak diikuti dengan pemupukan yang memadai akibatnya pertumbuhan tanaman pada musim berikutnya akan merana bahkan produksinya turun drastis (Diperta Kabupaten Majalengka, 2004).
Karagaan Budidaya Mangga.
Jenis-jenis mangga utama yang diusahakan petani ada tiga yaitu arumanis, gedong dan dermayu (cengkir) sedangkan jenis lainnya dimasukan sebagai mangga sampingan dikenal dengan nama lokal “mangga rucah” seperti golek, manalagi, bapang, dan kidang. Tabel 3 menginformasikan, bahwa populasi tanaman mangga mencapai 94 pohon per hektar terdiri atas tanaman menghasilkan (86,2%), tanaman belum menghasilkan (13,8%) sedang tanaman rusak tidak ditemukan karena petani selalu melakukan rehabilitasi tanaman. Mangga pertama kali diusahakan di pekarangan dan kebun, sedangkan penanaman mangga di lahan sawah mulai berkembang sekitar tahun 1980-an.
Tanaman asal biji paling banyak merupakan tanaman warisan orang tua dimana waktu itu peranan Balai Benih belum cukup baik. Petani lebih menyukai menanam bibit biji untuk jenis dermayu karena jenis ini tidak mengalami perubahan berarti dari induknya, baik dari segi cita rasa maupun bentuk. Di lahan pekarangan dan kebun banyak ditemukan tanaman gedong dan demayu yang berumur tua (70 tahun-an) dengan ketinggian di atas 25 meter. Pohon-pohon demikian akan menyulitkan dalam pemeliharaan terutama pengemdalian HPT, panenan dan menaikan curahan tenaga kerja sehingga kualitas mangga yang dihasilkan dan efisiensi produksi sulit dicapai. Tanaman mangga pada umumnya sudah memasuki usia produktif, kegiatan usahatani mangga terdiri atas rehabilitasi tanaman rusak, penyiangan, pemupukan, pengendalian HPT, pemangkasan, panen/angkut dan pemasaran hasil. Jumlah curahan tenaga kerja untuk masingmasing kegiatan adalah 2,0 HOK (rehabilitasi), 21,1 HOK (penyiangan), 13,5 HOK (pemupukan), 17,2 HOK (pengendalian HPT), 3,7 HOK (pemangkasan), dan 23,0 HOK (panen/angkut) per tahun.
Petani sangat menyukai penggunaan pupuk kandang, NPK dan Zat Perangsang bunga ”goldstar”. Pupuk kandang sangat diminati karena dapat memberikan manfaat ganda yiatu disamping menyediakan hara tanaman juga dapat memperbaiki kondisi fisik dan mikroorganisme tanah. Pupuk NPK dapat menyediakan tiga unsur hara (N,P dan K) dalam satu kali aplikasi sedangkan zat perangsang bunga untuk meningkatkan jumlah produksi dan mempercepat masa pembungaan. Jenis Hama Penyakit Tanaman (HPT) yang sering menimbulkan kerugian yaitu; (a) penggerek cabang, (b) lalat buah (Dacus dorsalis), (c) pengerek buah, (d) kalong, dan (e) kelelawar. Sedangkan jenis penyakitnya adalah benalu (Lauranthaceae sp.). Untukmengendalikan hama penyakit petani melakukan penyemprotan antara empat sampai tujuh kali per tahun menggunakan pestisida kimia seperti Sevin, Tetrin, Furadan, Blimer, dan lainnya. Khusus untuk kalong dan kelelawar petani menggunakan obat temik yang dikenal dengan nama daerahnya “tali kambing”, dengan cara dimasukan kedalam buah mangga matang dan diumpankan di pohon mangga..
Kelayakan Ekonomi Usaha tani Mangga
Tujuan utama petani mengelola usahatani adalah untuk mendapatkan penerimaan kotor sebesar-besarnya dengan menekan pengeluaran sekecil mungkin sehingga petani akan memperoleh pedapatan bersih yang tinggi. Hasil analisis partial menunjukan bahwa dalam satu tahun produksi, usahatani mangga mengeluarkan biaya Rp.6.488 ribu per hektar per tahun, dialokasikan paling banyak untuk kebutuhan sarana produksi (48,9%), upah tenaga kerja (41,0%), pengadaan pestisida (8,9%), dan biaya lainnya (1,1%). Nilai penerimaan kotor Rp.30.130 ribu dan pendapatan A (ongkos tenaga kerja keluarga diperhitungkan) mencapai Rp.23.641 ribu sedangkan pendapatan B (ongkos tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan) nilai pendapatan menjadi lebih besar yaitu Rp.24.654 ribu per hektar per tahun. Usahatani mangga termasuk layak secara ekonomi karena mempunyai nilai R/C rasio 4,64 artinya setiap pengeluaran Rp.1,- akan memberikan penerimaan sebanyak Rp.4,64,-
Di tingkat lapangan ditemukan beberapa permasalahan menghambat peningkatan produksi dan kualitas mangga, yaitu: (a) produksi mangga sangat tergantung pada kondisi curah hujan, kalau musim berbunga terjadi hujan besar tiga kali dapat menurunkan produksi mangga sampai 40 persen, (b) lokasi kebun terpencar-pencar dan sebagian besar (76%) sekala usahatani tergolong sempit, (c) adanya penjualan sistem sewa dan kontrak yang menyebabkan tanaman mangga rusak. Sedangkan pendapatan usahatani mangga sangat tergantung kepada harga jual yang cukup fluktuatif. Harga rendah terjadi pada waktu panen raya (mulai pertengahan Oktober sampai Desember) sedangkan harga tinggi terjadi pada waktu awal dan akhir musim panen.
Rantai Pemasaran dan Perilaku Lembaga Pemasaran
Rantai pemasaran.
Dalam pemasaran mangga dari petani sampai konsumen ditemukan banyak pelaku pasar (lembaga pemasaran) terdiri atas pedagang pengumpul, pengepul (agen), pedagang pasar induk, suplayer, pengecer pasar tradisional, toko/kios buah, pasar moderen (supermarket) dan eksportir. Gambar 1 menunjukan bahwa ada tujuh rantai saluran pemasaran dalam menyalurkan produk mangga, yaitu:
1. Petani → Pengumpul → Agen → Pasar induk → Pasar tradisional → Konsumen
2. Petani → pengumpul →Agen → Pasar induk → Toko/Kios buah → Konsumen
3. Petani → Pengumpul → Agen →Pasar induk → Suplayer → Pasar modern →Konsumen
4. Petani → Pengumpul → Agen → Pasar induk → Suplayer → Eksportir → Konsumen
5. Petani → Pengumpul → Agen → Suplayer → Pasar modern → Konsumen
6. Petani → Pengumpul → Agen → Suplayer → Eksportir → Konsumen
7. Petani → Pengumpul → Agen → Pasar tradisional lokal → Konsumen
Jangkauan pemasaran mangga Majalengka tidak hanya ke wilayah Jawa Barat tetapi juga ke wilayah luar Jabar seperti DKI.Jakarta, Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Pemasaran ke luar Jawa Barat digambarkan pada saluran pemasaran keempat, kelima dan keenam. Karena keterbatasan, penelitian ini hanya membahas pemasaran mangga di wilayah Jawa Barat, yaitu saluran pemasaran pertama, kedua, ketiga dan ketujuh. Petani menjual mangga ke pengumpul dalam bentuk hasil panen seadanya dikenal dengan nama daerah ”bentuk rucahan”, campuran berbagai jenis mangga, ukuran dan tingkat kematangan buah. Selanjutnya oleh pengumpul dilakukan sortasi berdasarkan varietas, ukurandan kematangan, dihasilkan mangga grade (A dan B) sebanyak 70 persen dan sisanya dinamakan mangga rucah (grade C) 30 persen. Pedagang agen merupakan titik awal pendistribusian mangga, mereka menjual mangga grade A dan B dalam satu kelas (grade A/B) dijual ke pedagang pasar induk dan suplayer sedangkan grade C dijual ke pasar tradisional lokal yang tersebar di Majalengka, Sumedang, Cirebon dan Indramayu. Dari pasar induk, mangga A/B dijual ke beberapa pedagang pengecer tradisional, toko/kios buah dan suplayer pasar modern. Petani tidak bisa menjual langsung ke pasar induk karena ada persyaratan yang sulit dipenuhi seperti jumlah volume penjualan dan kontinyuitas pengiriman sedangkan penjualan langsung ke suplayer terkendala oleh ketidaktahuan prosedurnya. Pedagang agen tidak bisa menjual mangga langsung ke pasar modern (supermarket) karena harus dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar sebagai suplayer sedangkan penjualan langsung ke pedagang pasar tradisional dan toko/kios buah terkendala oleh kecilnya volume pembelian pedagang pengecer.
Perilaku lembaga pemasaran.
Pedagang pengumpul merupakan kaki tangan pedagang agen, satu pengepul mempunyai 5 sampai 10 pedagang pengumpul yang berlokasi sampai ke luar kecamatan. Peranan pedagang pengumpul sangat penting terutama untuk memperlancar dan memperluas jangkauan pembelian. Untuk mengikat langganan pembelian, agen bekerjasama dengan pengumpul memberikan bantuan uang ke para petani yang membutuhkan baik untuk kebutuhan usahatani maupun untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagai konsekuensinya, petani secara lidak langsung harus menjual hasil panen kepada pihak mereka. Petani menghadapi struktur pasar bersaing tidak sempurna, ditandai dengan jumlah penjual banyak sedangkan pembelinya sedikit, informasi pasar petani masih lemah dan harga jual mangga paling kuat ditetapkan oleh pembeli (pengumpul). Petani umumnya memperoleh informasi harga mangga dari beberapa petani lain yang sudah menjual dan dari pedagang setempat.
Marjin Pemasaran dan Bagian Harga yang Diterima Petani
Margin pemasaran merupakan selisih harga antara harga jual petani dengan pelaku pasar diatasnya. Tabel 9 menginformasikan bahwa semakin panjang rantai pemasaran semakin besar nilai margin pemasaran. Dalam pemasaran mangga grade A/B, saluran pemasaran ketiga merupakan saluran paling panjang dan memberikan margin pemasaran Rp.5.588,- terdiri atas biaya pemasaran Rp.932,- dan margin keuntungan Rp.4.656,-. Sedangkan saluran pemasaran kesatu dan kedua merupakan saluran pemasaran lebih pendek dan memberikan margin pemasaran masing-masing Rp.3.588,- dan Rp.3.838,-
Pada pemasaran grade A/B, pedagang agen selalu mendapatkan margin keuntungan paling tinggi dibandingkan pelaku pasar lainnya, yaitu masing-masing sebanyak Rp.1.504,-. Hal ini dikarenakan disamping biaya pemasaran yang dikeluarkan agen paling besar juga mereka menanggung resiko besar akibat pembayaran system komisi oleh pedagang pasar induk dan untung rugi sangat tergantung pada perkembangan harga yang cukup fluktuatip. Untuk pemasaran mangga grade C, marjin keuntungan tertinggi terjadi pada pedagang pengecer pasar lokal karena mereka mengambil mangga langsung dari agen.
solusi kemiskinan dan pengangguran
Solusi kemiskinan dan pengangguran
Angka kemiskinan dan pengangguran yang Saling berlomba perlu disikapi dengan melihat petensi perbaikan taraf hidup rakyat melalui konsep sederhana namun efektif. Perebncanaan yang rumit biasanya hanya indah di kertas visi dan misi, tetapi sulit dilaksanakan karena terlalu tinggi. Oleh karena itu , kita perlu membuatnya lebih sederhana. Yang diperlukan hanyalah kemauan(pemerintah). Selain itu,mengingat kemampuan financial penduduk miskin dan pengangguran yang terbatas, maka penggerakan ekonomi mereka akan lebih efektif apabila diarakan ke sector usaha mikro dan kecilm termasuk sector informal.
1. Manajemen sector informal
Sector informal adalah kelompak /individu masyarakat yang mencari nafkah di sector yang tidak langsung dikelola oleh anggaran pemeintah bukan subsidi.termasuk dalam sector ini adalah seluruh usaha rumah tangga, individu dan kelompok yang tidak berupa unit usaha terdaftar.
Secara agregat mereka menyediakan jasa yang signifikan yang tidak disajikan oleh sektor formal.. oleh karena itu keberadaan mereka cukup penting, yang haru sdilakukan pemerintah adalah mengelola keberadaan mereka,sehingga keindahan keasrian dan keamanan kota tidak tercemar karena ketidaktertiban. Manajemen sector informal di kategorikan sebagai alternative solusi terbaik dari sisi pengurangan pengangguran dan kemiskinan yang secara relative tidak dapat didekati oleh percepatan penciptaan tenaga kerja formal. bahkan sector informal diangkat sebagai salah satu sumber atraksi pariwisat eksotis di suatu wilayah dengan pengelolaan berciri khusus.
Pemberian lahan khusus berupa area public (mal terbuka ) adalah salah satu solusi terbaik, mereka tidak harus berusaha sepanajang hari melainkan dapat bergantian dengan sector formal lain. Misalnya siang meruipakan jalan umum bagi usaha pedagang menengah-besar dan malam untuk sector informal. Pengelolaan sector informal dapat diintegrasi dengan sector formal pariwisata.
2. Pengembangan sentra dan pembinaan usah mikro dan kecil
Masalah yang mengemuka pada pembangunan usah mikro dan kecil, antara lain adalah kesulitan dalam teknis produksi, pemasaran, modal, dan manajemen usah atermasuk keuangan. Di sisi pemerintah pendekatan kebijaksanaan kepada sector usaha mikro dan kecil secara paripurna masih jauh dari memadai. Mereka membutuhkan lebih banyak ketrampilan untuk mengatasi masalah- masalah dalam usaha.
Pengusaha mikro dan kecil kurang memiliki eksposur mengenai kiat berusaha yang baik, termasuk mengelola uang dan menyusun manajemen produksi mereka. Oleh karena itu sudah saatnya pemerintah benar-benar mengelola pengusaha mikro dan kecil ini secara professional. Ini menjadi kewajiban pemerintah, karena ekonomi berbasis kerakyatan memang tumbuh dan perlu ditangani serius pemerintah. Pembangunan sentra industri kecil perlu dilakukan di kabupaten/kota dengan tenaga ahli.
3. Kewirausahaan social
Kewirausahaan social adalah suatu wadah bagi sector bisnis dan masyarakat agar bias bekerja secara bersamaan. Dengan makna yang lebih dalam, setiap orang bias menjadi agen perubahan yang bias meningkatkan kesejahteraan rakyat.tanggung jawab seorang wirausahawan sangat berat bukan hanya perubahan social yang harus di ciptakan, tetapi ia juga harus mampu mengubah system yang berlaku dalam masyarakat.seseorang dapat dinilai sebagai seorang wirausahawan social jika dia dapat melakukan perubahan kondisi social melalui inovasi-inovasi.
Inovasi social diukur dari seberapa besar unsure kebaruan yang dikreasikan seseorang dalam memberikan dampak terhadap kehidupan social masyarakat.ide baru dalam wirausahawan social bukan sekedar terbatas pada kredit mikro ,tetapi juga merambah semua sector usaha dan aspek kehidupan.
Angka kemiskinan dan pengangguran yang Saling berlomba perlu disikapi dengan melihat petensi perbaikan taraf hidup rakyat melalui konsep sederhana namun efektif. Perebncanaan yang rumit biasanya hanya indah di kertas visi dan misi, tetapi sulit dilaksanakan karena terlalu tinggi. Oleh karena itu , kita perlu membuatnya lebih sederhana. Yang diperlukan hanyalah kemauan(pemerintah). Selain itu,mengingat kemampuan financial penduduk miskin dan pengangguran yang terbatas, maka penggerakan ekonomi mereka akan lebih efektif apabila diarakan ke sector usaha mikro dan kecilm termasuk sector informal.
1. Manajemen sector informal
Sector informal adalah kelompak /individu masyarakat yang mencari nafkah di sector yang tidak langsung dikelola oleh anggaran pemeintah bukan subsidi.termasuk dalam sector ini adalah seluruh usaha rumah tangga, individu dan kelompok yang tidak berupa unit usaha terdaftar.
Secara agregat mereka menyediakan jasa yang signifikan yang tidak disajikan oleh sektor formal.. oleh karena itu keberadaan mereka cukup penting, yang haru sdilakukan pemerintah adalah mengelola keberadaan mereka,sehingga keindahan keasrian dan keamanan kota tidak tercemar karena ketidaktertiban. Manajemen sector informal di kategorikan sebagai alternative solusi terbaik dari sisi pengurangan pengangguran dan kemiskinan yang secara relative tidak dapat didekati oleh percepatan penciptaan tenaga kerja formal. bahkan sector informal diangkat sebagai salah satu sumber atraksi pariwisat eksotis di suatu wilayah dengan pengelolaan berciri khusus.
Pemberian lahan khusus berupa area public (mal terbuka ) adalah salah satu solusi terbaik, mereka tidak harus berusaha sepanajang hari melainkan dapat bergantian dengan sector formal lain. Misalnya siang meruipakan jalan umum bagi usaha pedagang menengah-besar dan malam untuk sector informal. Pengelolaan sector informal dapat diintegrasi dengan sector formal pariwisata.
2. Pengembangan sentra dan pembinaan usah mikro dan kecil
Masalah yang mengemuka pada pembangunan usah mikro dan kecil, antara lain adalah kesulitan dalam teknis produksi, pemasaran, modal, dan manajemen usah atermasuk keuangan. Di sisi pemerintah pendekatan kebijaksanaan kepada sector usaha mikro dan kecil secara paripurna masih jauh dari memadai. Mereka membutuhkan lebih banyak ketrampilan untuk mengatasi masalah- masalah dalam usaha.
Pengusaha mikro dan kecil kurang memiliki eksposur mengenai kiat berusaha yang baik, termasuk mengelola uang dan menyusun manajemen produksi mereka. Oleh karena itu sudah saatnya pemerintah benar-benar mengelola pengusaha mikro dan kecil ini secara professional. Ini menjadi kewajiban pemerintah, karena ekonomi berbasis kerakyatan memang tumbuh dan perlu ditangani serius pemerintah. Pembangunan sentra industri kecil perlu dilakukan di kabupaten/kota dengan tenaga ahli.
3. Kewirausahaan social
Kewirausahaan social adalah suatu wadah bagi sector bisnis dan masyarakat agar bias bekerja secara bersamaan. Dengan makna yang lebih dalam, setiap orang bias menjadi agen perubahan yang bias meningkatkan kesejahteraan rakyat.tanggung jawab seorang wirausahawan sangat berat bukan hanya perubahan social yang harus di ciptakan, tetapi ia juga harus mampu mengubah system yang berlaku dalam masyarakat.seseorang dapat dinilai sebagai seorang wirausahawan social jika dia dapat melakukan perubahan kondisi social melalui inovasi-inovasi.
Inovasi social diukur dari seberapa besar unsure kebaruan yang dikreasikan seseorang dalam memberikan dampak terhadap kehidupan social masyarakat.ide baru dalam wirausahawan social bukan sekedar terbatas pada kredit mikro ,tetapi juga merambah semua sector usaha dan aspek kehidupan.
Manajemen ritel
MANAJEMEN RITEL
DI SUSUN OLEH :
ROSSY A. (31208551)
3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
2011
RETAIL
1. SUMBER DAN PRODUK LINI
sebuah proses pemabrikan di mana bagian-bagian (biasanya yang memiliki suku cadang) suatu produk dirakit dan digabungkan satu persatu dengan urutan tertentu hingga menjadi produk akhir. Proses ini menghasilkan tingkat produksi yang lebih cepat daripada metode biasa, di mana untuk membuat satu produk jadi, seluruh bagian produk tersebut dirakit oleh satu orang ahli. Bentuk paling terkenal dari konsep lini perakitan adalah lini perakitan-bergerak
Banyaknya Product line
a. General merchandise store
Toko yang menjual berbagai macam barang/berbagai produk line.
b. Single-line store
Penggolongan ini didasarkan atas jenis produk line-nya
c. Specialty store
Barang yang dijual terbatas, hanya meliputi sebagian dari produk line saja
2. PEMBERDAYAAN PERDAGANGAN RITEL
Retail atau eceran merupakan semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga, bukan untuk keperluan bisnis. Bila institusi pabrikan, wholesaler atau retail store menjual sesuatu kepada konsumen akhir untuk pemakaian nonbisnis, maka berarti mereka telah melakukan penjualan eceran. Ada empat fungsi utama retailing, yaitu:
1. Membeli dan menyimpan barang.
2. Memindahkan hak milik barang tersebut kepada konsumen akhir.
3. Memberikan informasi mengenai sifat dasar dan pemakaian barang tersebut.
4. Memberikan kredit kepada konsumen (dalam kasus tertentu).
Adapun yang dimaksud dengan retailer atau retail store adalah perusahaan yang fungsi utamanya menjual produk kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga. Penekanan pada fungsi utama tertentu ini untuk menunjukkan bahwa retailer merupakan lembaga yang dapat berdiri sendiri. Pemanufaktur dan petani juga dapat bertindak sebagai retailer, namun fungsi utama rnereka bukanlah menjual produk ke konsumen akhir melainkan memproduksi suatu barang dan bertani. Pengecualian diberikan pada service retailing di mana retailer dalam hal ini juga adalah produsen.
3. KEUNGGULAN PERDAGANGAN RITEL
1. Harga.
Ada retail store yang memasang harga mati seperti supermarket dan departement store) dan ada pula yang menetapkan harga fleksibel atau dapat ditawar (seperti discount store).
2. Kemudahan
Kemudahan parkir, bisa cepat pergi setelah membayar, dan mudah mencari barang yang diinginkan (meliputi proses menemukan, membandingkan, dan memilih).
3. Kualitas produk yang ditawarkan.
4. Bantuan wiraniaga.
Apakah harus swalayan, membantu ecara pasif, atau membantu secara aktif.
5. Reputasi Kejujuran dan kewajaran dalam jual beli
6. Nilai yang ditawarkan
Yaitu perbedaan total customer value dan total customer cost. Total customer value adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan pelanggan dari produk dan jasa, meliputi product value (misalnya keandalan, daya tahan/keawetan, unjuk kerja), service value (penyerahan barang, pelatihan, instalasi, perawatan, reparasi), personnel value (kompeten, responsif, empati, dapat dipercaya), dan image value (citra perusahaan). Sedangkan total customer cost terdiri dari harga yang dibayarkan, biaya waktu, biaya tenaga, dan biaya psikis.
7. Jasa-jasa khusus yang ditawarkan.
Pengiriman barang gratis, pembelian kredit dan bisa mengembalikan atau menukar barang yang sudah dibeli.
4. KEBIJAKAN HARGA PERDAGANGAN RITEL
Kebijakan Harga (pricing poticy)
Harga dari para pengecer merupakan faktor bersaing utama dan mencerminkan kualitas barang produk yang di_ jual dan pelayanan yang diberikan. Biaya barang dagar.rgan merupakan dasar dan kecerdikan pengecer membeli dagangannya merupakan dasar harga,juga merupakanunsur penting dalam penjualan Penetapan eceran penetapanharga, yang berhasil. Para pengecer sering bisa menghasilkan uang meialui pembelian yang cermat, atau melalui penjualan yang cermat. Di luar ini, mereka harus menetapkanharga secarahati-hati dengan beberapamacam cara. Imbuhan harga yang rendah bisa dipasang dibeberapa barang sehingga barang-barang tersebut bisa berfungsi sebagai pembangunan niaga atau harga umpan dengan harapan bahwa para pelanggan akan membeli barang-barang yang lain yang mendapat imbuhan harga lebih tinggi, bila mereka sudah terlanjur ada dalam toko. Tambahan pula, manajemen penjualan eceran harus mahir melaksanakan kebijakan penurunan harga pada barang daganganyang perputarannya lamban.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan harga:
Tnlgetmarket(pasarsasaran). harus memperhatikan reaksi konsumen terhadap perubahan harga, karena konsumen kebanyakan peka terhadap perubahan Harga walaupun tidak banyak, sehingga akan mempengaruhi daya Beli ko.sumen. merlgantisipasi perubahan harga terhadap perubahan daya beli konsumen sehinggatidak terjadi penurunan penjualan.
Competition(persaingan).
Para konsumen cenderung membandingkan toko_toko eceran yang ada dan fakto harga kelihatannyamenjadi sebuahalat ukur perbandinganyang sangat popular. Dalam menetapkan harga karakteristiknya merlgantisipasi perubahan harga terhadap perubahan daya beli.
Pricingnt themnrket.
Penetapan harga sesuai dengan harga pasar dilakukan oleh para pengecer yang bermaksud memperlebar pasar mereka dengan penawarankualitas produk yang baik, harga yang cukup dan pelayanan yang penuh. Persaingan bukan hanya karena harga saja tetapi juga dipengaruhi oleh lokasi, pelayanan,merek, pengiriman, dan lain-lainnya.
Pricing above the market.
Penetapanharga diatas harga pasar biasanya dijalankan oleh toko-toko yang telah mempunyai reputasi yang tinggi. Toko dengan harga tinggi pelanggansesuatukeuntungan atau ekstra sebagaibalasanatas hargayang dibayarnya. harus menawarkan kepada Biaya barang dagangan salah satu faktor yang penting dalam penetapanharga, karena besarkecilnya biaya akan mempengaruhi besamya imbuhan harga yang ditetapkan dan semua biaya harus dibayar pada waktunya.
DI SUSUN OLEH :
ROSSY A. (31208551)
3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
2011
RETAIL
1. SUMBER DAN PRODUK LINI
sebuah proses pemabrikan di mana bagian-bagian (biasanya yang memiliki suku cadang) suatu produk dirakit dan digabungkan satu persatu dengan urutan tertentu hingga menjadi produk akhir. Proses ini menghasilkan tingkat produksi yang lebih cepat daripada metode biasa, di mana untuk membuat satu produk jadi, seluruh bagian produk tersebut dirakit oleh satu orang ahli. Bentuk paling terkenal dari konsep lini perakitan adalah lini perakitan-bergerak
Banyaknya Product line
a. General merchandise store
Toko yang menjual berbagai macam barang/berbagai produk line.
b. Single-line store
Penggolongan ini didasarkan atas jenis produk line-nya
c. Specialty store
Barang yang dijual terbatas, hanya meliputi sebagian dari produk line saja
2. PEMBERDAYAAN PERDAGANGAN RITEL
Retail atau eceran merupakan semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga, bukan untuk keperluan bisnis. Bila institusi pabrikan, wholesaler atau retail store menjual sesuatu kepada konsumen akhir untuk pemakaian nonbisnis, maka berarti mereka telah melakukan penjualan eceran. Ada empat fungsi utama retailing, yaitu:
1. Membeli dan menyimpan barang.
2. Memindahkan hak milik barang tersebut kepada konsumen akhir.
3. Memberikan informasi mengenai sifat dasar dan pemakaian barang tersebut.
4. Memberikan kredit kepada konsumen (dalam kasus tertentu).
Adapun yang dimaksud dengan retailer atau retail store adalah perusahaan yang fungsi utamanya menjual produk kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga. Penekanan pada fungsi utama tertentu ini untuk menunjukkan bahwa retailer merupakan lembaga yang dapat berdiri sendiri. Pemanufaktur dan petani juga dapat bertindak sebagai retailer, namun fungsi utama rnereka bukanlah menjual produk ke konsumen akhir melainkan memproduksi suatu barang dan bertani. Pengecualian diberikan pada service retailing di mana retailer dalam hal ini juga adalah produsen.
3. KEUNGGULAN PERDAGANGAN RITEL
1. Harga.
Ada retail store yang memasang harga mati seperti supermarket dan departement store) dan ada pula yang menetapkan harga fleksibel atau dapat ditawar (seperti discount store).
2. Kemudahan
Kemudahan parkir, bisa cepat pergi setelah membayar, dan mudah mencari barang yang diinginkan (meliputi proses menemukan, membandingkan, dan memilih).
3. Kualitas produk yang ditawarkan.
4. Bantuan wiraniaga.
Apakah harus swalayan, membantu ecara pasif, atau membantu secara aktif.
5. Reputasi Kejujuran dan kewajaran dalam jual beli
6. Nilai yang ditawarkan
Yaitu perbedaan total customer value dan total customer cost. Total customer value adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan pelanggan dari produk dan jasa, meliputi product value (misalnya keandalan, daya tahan/keawetan, unjuk kerja), service value (penyerahan barang, pelatihan, instalasi, perawatan, reparasi), personnel value (kompeten, responsif, empati, dapat dipercaya), dan image value (citra perusahaan). Sedangkan total customer cost terdiri dari harga yang dibayarkan, biaya waktu, biaya tenaga, dan biaya psikis.
7. Jasa-jasa khusus yang ditawarkan.
Pengiriman barang gratis, pembelian kredit dan bisa mengembalikan atau menukar barang yang sudah dibeli.
4. KEBIJAKAN HARGA PERDAGANGAN RITEL
Kebijakan Harga (pricing poticy)
Harga dari para pengecer merupakan faktor bersaing utama dan mencerminkan kualitas barang produk yang di_ jual dan pelayanan yang diberikan. Biaya barang dagar.rgan merupakan dasar dan kecerdikan pengecer membeli dagangannya merupakan dasar harga,juga merupakanunsur penting dalam penjualan Penetapan eceran penetapanharga, yang berhasil. Para pengecer sering bisa menghasilkan uang meialui pembelian yang cermat, atau melalui penjualan yang cermat. Di luar ini, mereka harus menetapkanharga secarahati-hati dengan beberapamacam cara. Imbuhan harga yang rendah bisa dipasang dibeberapa barang sehingga barang-barang tersebut bisa berfungsi sebagai pembangunan niaga atau harga umpan dengan harapan bahwa para pelanggan akan membeli barang-barang yang lain yang mendapat imbuhan harga lebih tinggi, bila mereka sudah terlanjur ada dalam toko. Tambahan pula, manajemen penjualan eceran harus mahir melaksanakan kebijakan penurunan harga pada barang daganganyang perputarannya lamban.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan harga:
Tnlgetmarket(pasarsasaran). harus memperhatikan reaksi konsumen terhadap perubahan harga, karena konsumen kebanyakan peka terhadap perubahan Harga walaupun tidak banyak, sehingga akan mempengaruhi daya Beli ko.sumen. merlgantisipasi perubahan harga terhadap perubahan daya beli konsumen sehinggatidak terjadi penurunan penjualan.
Competition(persaingan).
Para konsumen cenderung membandingkan toko_toko eceran yang ada dan fakto harga kelihatannyamenjadi sebuahalat ukur perbandinganyang sangat popular. Dalam menetapkan harga karakteristiknya merlgantisipasi perubahan harga terhadap perubahan daya beli.
Pricingnt themnrket.
Penetapan harga sesuai dengan harga pasar dilakukan oleh para pengecer yang bermaksud memperlebar pasar mereka dengan penawarankualitas produk yang baik, harga yang cukup dan pelayanan yang penuh. Persaingan bukan hanya karena harga saja tetapi juga dipengaruhi oleh lokasi, pelayanan,merek, pengiriman, dan lain-lainnya.
Pricing above the market.
Penetapanharga diatas harga pasar biasanya dijalankan oleh toko-toko yang telah mempunyai reputasi yang tinggi. Toko dengan harga tinggi pelanggansesuatukeuntungan atau ekstra sebagaibalasanatas hargayang dibayarnya. harus menawarkan kepada Biaya barang dagangan salah satu faktor yang penting dalam penetapanharga, karena besarkecilnya biaya akan mempengaruhi besamya imbuhan harga yang ditetapkan dan semua biaya harus dibayar pada waktunya.
Rabu, 23 Februari 2011
manajemen ritail
Manajemen Ritail
DI SUSUN OLEH :
ROSSY A. (31208551)
3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
2011
1. Gambaran Umum Ritail
Perkembangan Industri Retail di Indonesia begitu sangat pesat, namun tidak diiringi oleh informasi yang menunjang, sangat susah mencari informasi tentang perkembangan retail
Pengertian Retail Retail adalah penjualan dari sejumlah kecil komoditas kepada konsumen. Retail berasal dari bahasa Perancis yaitu " Retailer" yang berarti " Memotong menjadi kecil kecil" (Risch, 1991 ). Sedangkan menurut Gilbert (2003) Retail adalah Semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi. Dalam kamus Bahasa Inggris - Indonesia, Retail bisa juga di artikan sebagai "Eceran", Pengertian Retailing adalah semua aktivitas yang mengikut sertakan pemasaran barang dan jasa secara langsung kepada pelanggan. Pengertian Retailer adalah semua organisasi bisnis yang memperoleh lebuh dari setengah hasil penjualannya dari retailing ( lucas, bush dan Gresham, 1994)
Klasifikasi Retail. Menurut Pintel dan Diamond (1971), Retail dapat di klasifikasikan dalam banyak cara, sebagai contoh Retail dapat di kelompokkan sesuai dengan aktivitas penjualan barang berdasarkan sbb :
- Retail Kecil
Bisnis Retail kecil di gambarkan sebagai retailer yang berpenghasilan di bawah $500 pertahun. Pemilik retail pada umumnya bertanggung jawab penuh terhadap seluruh penjualan dan manajemen.
Biasanya kebanyakan pemilik toko pada bisnis retail kecil ini dimiliki oleh secara individu (Individual Proprietorship)
- Retail Besar
Pada saat ini industri Retail di kuasai oleh organisasi besar, organisasi tersebut meliputi : Departemen Store - Chain organization (organisasi berantai), Supermarket, Catalog Store, Warehouse, Outlet dan Online Store (Toko Online ) Departemen Store merupakan salah satu dari retailer besar dimana menawarkan berbagai macam jenis produk / barang, tingkat harga dan kenyamanan dalam berbelanja.
Produk yang ditawarkan bisa meliputi :
- Perlengkapan pria ( Mens World ) dan Wanita ( Ladies World )
- Perlengkapan Remaja ( Youth World )
- Perlengkapan anak anak & permainan (Children & Toys World)
- Perlengkapan Sepatu dan Accesories ( Shoes World )
- Perlengkapan Olahraga & Alat Musik (Sport Center)
- Perlengkapan perangkat keras /Rumah tangga (Hardware)
- Perlengkapan Kosmetik
- Dan sebagainya
2. Saluran Pemasaran Retail
Pengaruh Kinerja Bauran Pemasaran Pedagang Eceran (Retail) Terhadap Tingkat Kepuasan Konsumen Pedagang eceran (retail) merupakan mata rantai terakhir dalam suatu saluran pemasaran. Pedagang eceran (retail) memegang peranan penting dalam melakukan penjualan suatu produk, serta dalam memberikan pelayanan kepada konumen, sebagai pedagang eceran menjual produk-produk bahan jadi yang diperoleh dari produsen dengan mendapatkan peran untuk memasarkan dan mendistribusikan produk tersebut kepada konsumen akhir. Hal yang menjadi kelebihan pedagang eceran (Retailing mix) yang memang diinginkan oleh konsumen serta, yaitu: merencanakan pengadaan produk (merchandising), meningkatkan fasilitas yang produktif (facility), menetapkan keputusan mengenai harga yang cukup terjangkau bagi konsumennya (price), strategi promosi yang tepat (promotion), penempatan lokasi yang strategis (location), memberikan pelayanan konsumen dengan cepat (customer services) serta memberikan pelayanan jasa yang dengan baik (personnel). Unsur-unsur tersebut dianggap begitu penting bagi konsumen, hal ini dapat terlihat dimana konsumen menginginkan pedagang eceran dapat memenuhi kebutuhan dan memberikan pelayanan yang baik serta memberikan kepuasan bagi konsumen, sedangkan pengecer menginginkan agar konsumen merasa puas terhadap kinerja bauran pemasaran yang dilakukan oleh pedagang eceran.
Perantara
1. Perantara pedagang
Perantara pedagang bertanggung jawab atas kepemilikan barang yang dipasarkannya. Meliputi :
- Pedagang besar (wholesaler) yaitu pedagang yang pembelinya adalah pedagang juga bukan konsumen akhir. barang yang dibeli di sini akan dijual lagi, sehingga pembeliannya pun dalam jumlah yang relatif besar. Sebagai contoh adalah CV. Sugito adalah pedagang besar olie/minyak pelumas di Yogyakarta.
- Pengecer (retailer) yaitu pedagang yang pembelinya adalah konsumen akhir , dimana barang yang dibelinya akan langsung dikonsumsi, oleh karena itu jumlah pembeliannya relatif sedikit. Contoh : pedagang di pasar Bering Harjo, Ramai supermarket, pedagang asongan dll.
2. Perantara agen
Perantara agen ini tidak mempunyai hak milik atas barang yang ditanganinya. macamnya :
- Agen penunjang adalah agen yang ikut aktif dalam pemindahan barang dari produsen ke konsumen. Perantara agen ini meliputi perusahaan transportasi, broker.
- Agen pelengkap adalah agen yang tidak secara aktif dalam pemindahan barang, tetapi ikut memperlancar proses pemindahan arang. Contohnya : bank sebagai penjamin L/C, perusahaan asuransi sebagai penanggung resiko.
3. Proses Perencanaan Manajeman Ritail
Pengertian Manajemen Ritel Manajemen ritel adalah pengaturan keseluruhan faktor-faktor yang ebrpengaruh dalam proses perdagangan ritel,yaitu perdagangan langsung barang dan jasa kepada konsumen.
1. Berdasarkan Volume Penjualan
Volume penjualan merupakan salah satu dasar dalam mengelompokan pedagang eceran, karena bedanya ukuran akan memberikan pengaruh terhadap permasalahan manajemen yang berbeda. Misalnya dalam hal pembelian, promosi, dan pengeluaran biaya. Dengan klasifikasi ini pedagang eceran dibagi menjadi dua yaitu: pedagang eceran dengan skala besar (large scale retailer) dan pedagang eceran dengan skala kecil (small scale retailer). Klasifikasi Retail Menurut Pintel dan Diamond (1971), Retail dapat di klasifikasikan dalam banyak cara, sebagai contoh Retail dapat di kelompokkan sesuai dengan aktivitas penjualan barang berdasarkan sbb :
- Retail Kecil
Bisnis Retail kecil di gambarkan sebagai retailer yang berpenghasilan di bawah $500 pertahun. Pemilik retail pada umumnya bertanggung jawab penuh terhadap seluruh penjualan dan manajemen.
Biasanya kebanyakan pemilik toko pada bisnis retail kecil ini dimiliki oleh secara individu (Individual Proprietorship)
- Retail Besar
Pada saat ini industri Retail di kuasai oleh organisasi besar, organisasi tersebut meliputi :
Departemen Store - Chain organization (organisasi berantai), Supermarket, Catalog Store, Warehouse, Outlet dan Online Store (Toko Online )
2. Berdasarkan Jajaran Produk Yang Dikelola
Berdasarkan jajaran produk yang dikelola dapat digolongkan menjadi: General merchandise store dan limited line store. General merchandise store adalah pedagang eceran yang menjual berbagai macam produk contoh: departemen store. Sedangkan limited line store adalah pedagang eceran yang menjual barang-barang tertentu (speciality store) contoh: toko sepatu, toko meubel, toko roti.
3. Berdasarkan Bentuk Kepemilikan
Berdasarkan bentuk kepemilikan umumnya pedegang eceran dapat digolongkan menjadi:
1. Coorporate Chain Store
Coorporate Chain Store adalah organisasi yang terdiri dari dua atau lebih toko eceran yang dimiliki dan dikelola secara sentral.
2. Independent Retailer
Independent Retail adalah pedagang eceran yang berdiri sendiri dimiliki dan dikelola pemilik tidak tergantung pada organisasi atau toko lainnya.
3. Rantai Sukarela dan Asosiasi Pengecer
Rantai Sukarela dan Asosiasi Pengecer adalah timbulnya persaingan dari coorporate chain store membawa pengecer independent membentuk asosiasi yang dapat berupa rantai sukarela (kelompok yang diseponsori oleh produsen / whoresaler) atau asosiasi retail independent (gabungan berupa retail independent).
4. Franchising
Franchising adalah usaha eceran yang terbentuk dari perjanjian kontrak antara franchiser sebagi pemilik hak paten merk dengan franchise, dengan cara franchise membeli hak untuk menjual barang dan jasa atas nama franchiser.
4. Berdasarkan Metode Operasi
Berdasarkan metode operasinya pedagang eceran dapat di klasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu:
a. Full Service Retailing
Full service retailing adalah bentuk pedagang eceran yang sudah umum, yang memberikan pelayanan sepenuhnya. Bentuk ini khususnya diperlikan untuk barang-barang yang memerlukan banyak penjelasan atau perlu dicocokan dulu sebelum dibeli. Misalnya: barang elektronik, pakaian di butik.
b. Supermarket Retailing
Supermarket retailing adalah bentuk pedagang eceran skala besar yang menyediakan berbagai jenis barang yang dikelompokan menurut jenis produk masing-masing, memberikan kebebasan dan melayani sendiri bagi langganannya
c. Discount Retailing
Discount retailing adalah toko eceran skala besar yang menawarkan produknya dengan harga yang lebih murah atau memberikan potongan harga yang cukup besar, tetapi dengan pelayanan yang lebih sedikit, pengambilan keuntungan dari jenis ini kecil, mereka mengharapkan tingkat turn over yang tinggi.
d. Non Store Retailing
Non store retailing adalah pedagang eceran yang menawarkan produknya langsung kepada konsumen tanpa mempergunakan toko, bentuknya antara lain:
1. House selling or door to door selling, penjualan dengan menawarkan produknya langsung kerumah konsumen, umumnya dengan cara mendatangi dari pintu ke pintu. Ada juga dengan cara menyelenggarakan sales presentation dalam suatu pertemuan.
2. Mail Order selling, penjualan dengan menggunakan
katalog atau daftar barang-barang yang ditawarkan dan pemesanan dilakukan dengan menggunakan syarat pemesanan.
3. Automatic Vending adalah cara penjualan dengan
menggunakan mesin yang secara otomatis akan melayani pembeli.
DI SUSUN OLEH :
ROSSY A. (31208551)
3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
2011
1. Gambaran Umum Ritail
Perkembangan Industri Retail di Indonesia begitu sangat pesat, namun tidak diiringi oleh informasi yang menunjang, sangat susah mencari informasi tentang perkembangan retail
Pengertian Retail Retail adalah penjualan dari sejumlah kecil komoditas kepada konsumen. Retail berasal dari bahasa Perancis yaitu " Retailer" yang berarti " Memotong menjadi kecil kecil" (Risch, 1991 ). Sedangkan menurut Gilbert (2003) Retail adalah Semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi. Dalam kamus Bahasa Inggris - Indonesia, Retail bisa juga di artikan sebagai "Eceran", Pengertian Retailing adalah semua aktivitas yang mengikut sertakan pemasaran barang dan jasa secara langsung kepada pelanggan. Pengertian Retailer adalah semua organisasi bisnis yang memperoleh lebuh dari setengah hasil penjualannya dari retailing ( lucas, bush dan Gresham, 1994)
Klasifikasi Retail. Menurut Pintel dan Diamond (1971), Retail dapat di klasifikasikan dalam banyak cara, sebagai contoh Retail dapat di kelompokkan sesuai dengan aktivitas penjualan barang berdasarkan sbb :
- Retail Kecil
Bisnis Retail kecil di gambarkan sebagai retailer yang berpenghasilan di bawah $500 pertahun. Pemilik retail pada umumnya bertanggung jawab penuh terhadap seluruh penjualan dan manajemen.
Biasanya kebanyakan pemilik toko pada bisnis retail kecil ini dimiliki oleh secara individu (Individual Proprietorship)
- Retail Besar
Pada saat ini industri Retail di kuasai oleh organisasi besar, organisasi tersebut meliputi : Departemen Store - Chain organization (organisasi berantai), Supermarket, Catalog Store, Warehouse, Outlet dan Online Store (Toko Online ) Departemen Store merupakan salah satu dari retailer besar dimana menawarkan berbagai macam jenis produk / barang, tingkat harga dan kenyamanan dalam berbelanja.
Produk yang ditawarkan bisa meliputi :
- Perlengkapan pria ( Mens World ) dan Wanita ( Ladies World )
- Perlengkapan Remaja ( Youth World )
- Perlengkapan anak anak & permainan (Children & Toys World)
- Perlengkapan Sepatu dan Accesories ( Shoes World )
- Perlengkapan Olahraga & Alat Musik (Sport Center)
- Perlengkapan perangkat keras /Rumah tangga (Hardware)
- Perlengkapan Kosmetik
- Dan sebagainya
2. Saluran Pemasaran Retail
Pengaruh Kinerja Bauran Pemasaran Pedagang Eceran (Retail) Terhadap Tingkat Kepuasan Konsumen Pedagang eceran (retail) merupakan mata rantai terakhir dalam suatu saluran pemasaran. Pedagang eceran (retail) memegang peranan penting dalam melakukan penjualan suatu produk, serta dalam memberikan pelayanan kepada konumen, sebagai pedagang eceran menjual produk-produk bahan jadi yang diperoleh dari produsen dengan mendapatkan peran untuk memasarkan dan mendistribusikan produk tersebut kepada konsumen akhir. Hal yang menjadi kelebihan pedagang eceran (Retailing mix) yang memang diinginkan oleh konsumen serta, yaitu: merencanakan pengadaan produk (merchandising), meningkatkan fasilitas yang produktif (facility), menetapkan keputusan mengenai harga yang cukup terjangkau bagi konsumennya (price), strategi promosi yang tepat (promotion), penempatan lokasi yang strategis (location), memberikan pelayanan konsumen dengan cepat (customer services) serta memberikan pelayanan jasa yang dengan baik (personnel). Unsur-unsur tersebut dianggap begitu penting bagi konsumen, hal ini dapat terlihat dimana konsumen menginginkan pedagang eceran dapat memenuhi kebutuhan dan memberikan pelayanan yang baik serta memberikan kepuasan bagi konsumen, sedangkan pengecer menginginkan agar konsumen merasa puas terhadap kinerja bauran pemasaran yang dilakukan oleh pedagang eceran.
Perantara
1. Perantara pedagang
Perantara pedagang bertanggung jawab atas kepemilikan barang yang dipasarkannya. Meliputi :
- Pedagang besar (wholesaler) yaitu pedagang yang pembelinya adalah pedagang juga bukan konsumen akhir. barang yang dibeli di sini akan dijual lagi, sehingga pembeliannya pun dalam jumlah yang relatif besar. Sebagai contoh adalah CV. Sugito adalah pedagang besar olie/minyak pelumas di Yogyakarta.
- Pengecer (retailer) yaitu pedagang yang pembelinya adalah konsumen akhir , dimana barang yang dibelinya akan langsung dikonsumsi, oleh karena itu jumlah pembeliannya relatif sedikit. Contoh : pedagang di pasar Bering Harjo, Ramai supermarket, pedagang asongan dll.
2. Perantara agen
Perantara agen ini tidak mempunyai hak milik atas barang yang ditanganinya. macamnya :
- Agen penunjang adalah agen yang ikut aktif dalam pemindahan barang dari produsen ke konsumen. Perantara agen ini meliputi perusahaan transportasi, broker.
- Agen pelengkap adalah agen yang tidak secara aktif dalam pemindahan barang, tetapi ikut memperlancar proses pemindahan arang. Contohnya : bank sebagai penjamin L/C, perusahaan asuransi sebagai penanggung resiko.
3. Proses Perencanaan Manajeman Ritail
Pengertian Manajemen Ritel Manajemen ritel adalah pengaturan keseluruhan faktor-faktor yang ebrpengaruh dalam proses perdagangan ritel,yaitu perdagangan langsung barang dan jasa kepada konsumen.
1. Berdasarkan Volume Penjualan
Volume penjualan merupakan salah satu dasar dalam mengelompokan pedagang eceran, karena bedanya ukuran akan memberikan pengaruh terhadap permasalahan manajemen yang berbeda. Misalnya dalam hal pembelian, promosi, dan pengeluaran biaya. Dengan klasifikasi ini pedagang eceran dibagi menjadi dua yaitu: pedagang eceran dengan skala besar (large scale retailer) dan pedagang eceran dengan skala kecil (small scale retailer). Klasifikasi Retail Menurut Pintel dan Diamond (1971), Retail dapat di klasifikasikan dalam banyak cara, sebagai contoh Retail dapat di kelompokkan sesuai dengan aktivitas penjualan barang berdasarkan sbb :
- Retail Kecil
Bisnis Retail kecil di gambarkan sebagai retailer yang berpenghasilan di bawah $500 pertahun. Pemilik retail pada umumnya bertanggung jawab penuh terhadap seluruh penjualan dan manajemen.
Biasanya kebanyakan pemilik toko pada bisnis retail kecil ini dimiliki oleh secara individu (Individual Proprietorship)
- Retail Besar
Pada saat ini industri Retail di kuasai oleh organisasi besar, organisasi tersebut meliputi :
Departemen Store - Chain organization (organisasi berantai), Supermarket, Catalog Store, Warehouse, Outlet dan Online Store (Toko Online )
2. Berdasarkan Jajaran Produk Yang Dikelola
Berdasarkan jajaran produk yang dikelola dapat digolongkan menjadi: General merchandise store dan limited line store. General merchandise store adalah pedagang eceran yang menjual berbagai macam produk contoh: departemen store. Sedangkan limited line store adalah pedagang eceran yang menjual barang-barang tertentu (speciality store) contoh: toko sepatu, toko meubel, toko roti.
3. Berdasarkan Bentuk Kepemilikan
Berdasarkan bentuk kepemilikan umumnya pedegang eceran dapat digolongkan menjadi:
1. Coorporate Chain Store
Coorporate Chain Store adalah organisasi yang terdiri dari dua atau lebih toko eceran yang dimiliki dan dikelola secara sentral.
2. Independent Retailer
Independent Retail adalah pedagang eceran yang berdiri sendiri dimiliki dan dikelola pemilik tidak tergantung pada organisasi atau toko lainnya.
3. Rantai Sukarela dan Asosiasi Pengecer
Rantai Sukarela dan Asosiasi Pengecer adalah timbulnya persaingan dari coorporate chain store membawa pengecer independent membentuk asosiasi yang dapat berupa rantai sukarela (kelompok yang diseponsori oleh produsen / whoresaler) atau asosiasi retail independent (gabungan berupa retail independent).
4. Franchising
Franchising adalah usaha eceran yang terbentuk dari perjanjian kontrak antara franchiser sebagi pemilik hak paten merk dengan franchise, dengan cara franchise membeli hak untuk menjual barang dan jasa atas nama franchiser.
4. Berdasarkan Metode Operasi
Berdasarkan metode operasinya pedagang eceran dapat di klasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu:
a. Full Service Retailing
Full service retailing adalah bentuk pedagang eceran yang sudah umum, yang memberikan pelayanan sepenuhnya. Bentuk ini khususnya diperlikan untuk barang-barang yang memerlukan banyak penjelasan atau perlu dicocokan dulu sebelum dibeli. Misalnya: barang elektronik, pakaian di butik.
b. Supermarket Retailing
Supermarket retailing adalah bentuk pedagang eceran skala besar yang menyediakan berbagai jenis barang yang dikelompokan menurut jenis produk masing-masing, memberikan kebebasan dan melayani sendiri bagi langganannya
c. Discount Retailing
Discount retailing adalah toko eceran skala besar yang menawarkan produknya dengan harga yang lebih murah atau memberikan potongan harga yang cukup besar, tetapi dengan pelayanan yang lebih sedikit, pengambilan keuntungan dari jenis ini kecil, mereka mengharapkan tingkat turn over yang tinggi.
d. Non Store Retailing
Non store retailing adalah pedagang eceran yang menawarkan produknya langsung kepada konsumen tanpa mempergunakan toko, bentuknya antara lain:
1. House selling or door to door selling, penjualan dengan menawarkan produknya langsung kerumah konsumen, umumnya dengan cara mendatangi dari pintu ke pintu. Ada juga dengan cara menyelenggarakan sales presentation dalam suatu pertemuan.
2. Mail Order selling, penjualan dengan menggunakan
katalog atau daftar barang-barang yang ditawarkan dan pemesanan dilakukan dengan menggunakan syarat pemesanan.
3. Automatic Vending adalah cara penjualan dengan
menggunakan mesin yang secara otomatis akan melayani pembeli.
Selasa, 18 Januari 2011
menyusun strategi pemasaran
MENYUSUN STRATEGI PEMASARAN
DI SUSUN OLEH :
ROSSY A. (31208551)
3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
2010
KATA PENGANTAR
Sebuah pepatah berbunyi “FAILING TO PLAN MEANS PLANNING TO FAIL”. Pepatah itu mengisyaratkan bahwa apabila kita gagal dalam menyusun perencanaan, itu sama saja dengan merencanakan suatu kegagalan. Ini berarti, sebelum gagal, perencanaan harus dibuat.
Ternyata persoalannya bukan tidak membuat perencanaan, tetapi ternyata perencanaan yang sudah dibuat ternyata tidak baik. Tetap saja, ini berarti merencanakan kegagalan. Jadi, menyusun perencanaan saja tidaklah cukup, tetapi harusnya buatlah perencanaan yang baik sehingga sukses.
Perencanaan marketing adalah salah satu perencanaan yang harus dibuat dalam suatu perusahaan. Sesuai dengan yang telah diuraikan di atas, maka perencanaan marketing juga harus baik. Ini berarti bahwa perencanaan marketing harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian target yang telah ditetapkan perusahaan akan dapat tercapai.
MENYUSUN STRATEGI PEMASARAN YANG BAIK
Dalam kondisi lingkungan bisnis yang senantiasa berubah dan tingkat persaingan dalam merebut pangsa pasar semakin ketat. Upaya pemasaran produk merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi bisnis, termasuk agribisnis. Kegiatan pemasaran dapat menjadi sumber kegagalan perusahaan dan atau menjadi tempat pemborosan jika tidak direncanakan dengan baik. Banyak pengusaha agribisnis, terutama yang berskala menengah ke bawah sering kali mengalami kesulitan dalam menyusun Program Pemasaran secara formal, sehingga produk yang dihasilkan tidak mampu mencapai pasar sasarannya. Dengan demikian, pada edisi kedelapan Majalah Komoditas ini, dipaparkan “Teknik Menyusun Suatu Rencana Pemasaran”
Suatu rencana pemasaran pada umumnya berisi delapan bagian, yakni : Ringkasan Eksekutif; Analisis Situasi; Analisis SWOT dan Analisis Masalah; Sasaran Pemasaran; Strategi Pemasaran; Program Aksi; Proyeksi Rugi Laba; dan Pengawasan (Kotler, 1994). Masing-masing bagian tersebut akan diuraikan di bawah ini.
1. Ringkasan Eksekutif. Ringkasan eksekutif tersebut merupakan ikhtisar dari seluruh rencana pemasaran yang telah dibuat, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal pokok isi rencana pemasaran tersebut.
2. Analisis Situasi. Menyajikan data dan informasi mengenai situasi pemasaran, yang meliputi :
a. Situasi Pasar. Data dan informasi mengenai besar dan pertumbuhan pasar selama beberapa tahun dan kecenderungannya pada beberapa tahun mendatang, serta kecenderungan perubahan persepsi dan perilaku konsumen.
b. Situasi Produk. Data perkembangan penjualan, tingkat harga, marjin kontribusi, dan keuntungan.
c. Situasi Persaingan. Data pesaing menyangkut, kapsitas, pangsa pasar, tujuan dan strategi, mutu produk, dan berbagai karakteristik pesaing yang relevan.
d. Situasi Distribusi. Jenis, jumlah, wilayah dan peranan saluran distribusi (mis. sumber informasi, sarana promosi, berusaha menambah pembeli, melakukan penyesuaian, melakukan negosiasi harga dan cara pembayaran, melakukan distribusi fisik saja, melakukan pembiayaan distribusi, dan atau turut menanggung resiko.Situasi Lingkungan Makro. Situasi lingkungan demografi, ekonomi, sosial budaya, politik, hukum, hankam, dan teknologi.
3. Analisis SWOT dan Analisis Masalah. Melakukan identifikasi dan analisis terhadap peluang dan ancaman yang mungkin dihadapi oleh perusahaan sebagai hasil intraksi lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Pengaruh hasil intraksi lingkungan internal perusahaan juga perlu diidentifikasi dan dianalisis berupa kekuatan dan kelemahan. Dengan demikian, setelah analisis SWOT dilakukan dirumuskanlah masalah-masalah pokok yang harus dijadikan dasar dalam penentuan sasaran, strategi dan rencana aksi/taktik
.
4. Sasaran. Mendefinisikan sasaran (tujuan) yang ingin dicapai, baik sasaran keuangan maupun sasaran pemasaran. Sasaran keuangan antara lain adalah ROI, Arus kas, dan keuntungan. Sasaran pemasaran antara lain adalah target dan pertumbuhan penjualan, pangsa pasar, jangkauan pemasaran, jumlah saluran distribusi, tingkat harga, dll
5. Strategi Pemasaran. Strategi pemasaran dirumuskan berdasarkan SWOT dan sasaran yang ingin dicapai, dan penetapannya terutama didasarkan pada pertimbangan biaya dan manfaat, serta kemampuan sumberdaya untuk melaksanakannya. Contoh pernyataan strategi pemasaran kecap lokal merek X (hipotetik) dipaparkan di bawah ini.
. Pasar sasaran : Kelas menengah ke bawah.
a. pemenpatan : produk kecap yang kaya dengan protein enak dan murah.
b. Lini produk : melakukau diversivikasi merek dan kemasan untuk menbedakan segmen pasar kelas menengah dan kelas bawah dan dengan harga yang berbeda.
c. Harga : sedikit lebih rendah dari harga pesaing.
d. Saluran distribusi : konsentrasi pada warung-warung, grosir dan warung baso dan mie rebus.
e. Tenaga penjual : menambah jumlah dan meningkatkan kamampuan tenaga penjual serta memberikan insentif yang baik.
f. Pelayanan : produk mudah dan murah untuk diperoleh.
g. Promosi: meningkatkan anggaran promosi untuk mencetak leaflet/ spanduk kecil yang akan ditempatkan di warung-warung, serta untuk hadiah.
h. Litbang : menaikkan anggaran sebesar 10% untuk menyempurnakan disain label kemasan untuk segmen kelas menengah.
i. Riset pemasaran : menekankan pada kegiatan marketing intelegent untuk mengamati gerak-gerik pesaing, serta melakukan jejak pendapat mengenai persepsi konsumen terhadap produk kecap merek X.
6. Program Aksi. Berisi rincian setaip unsur dari strategi pemasaran yang telah disusun, terutama untuk menjawab apa yang akan dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan, dan berapa biayanya?.
7. Proyeksi Rugi Laba. Menyusun anggaran dan proyeksi rugi laba dari rencana pemasaran yang akan dilakukan.
8. Pengendalian. Menyusun rencana evaluasi dan monitoring secara berkala mengenai pelaksanaan rencana, sehingga penyimpangan dalam pelaksanaan dapat segera dilakukan pengendalian.
DI SUSUN OLEH :
ROSSY A. (31208551)
3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
2010
KATA PENGANTAR
Sebuah pepatah berbunyi “FAILING TO PLAN MEANS PLANNING TO FAIL”. Pepatah itu mengisyaratkan bahwa apabila kita gagal dalam menyusun perencanaan, itu sama saja dengan merencanakan suatu kegagalan. Ini berarti, sebelum gagal, perencanaan harus dibuat.
Ternyata persoalannya bukan tidak membuat perencanaan, tetapi ternyata perencanaan yang sudah dibuat ternyata tidak baik. Tetap saja, ini berarti merencanakan kegagalan. Jadi, menyusun perencanaan saja tidaklah cukup, tetapi harusnya buatlah perencanaan yang baik sehingga sukses.
Perencanaan marketing adalah salah satu perencanaan yang harus dibuat dalam suatu perusahaan. Sesuai dengan yang telah diuraikan di atas, maka perencanaan marketing juga harus baik. Ini berarti bahwa perencanaan marketing harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian target yang telah ditetapkan perusahaan akan dapat tercapai.
MENYUSUN STRATEGI PEMASARAN YANG BAIK
Dalam kondisi lingkungan bisnis yang senantiasa berubah dan tingkat persaingan dalam merebut pangsa pasar semakin ketat. Upaya pemasaran produk merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi bisnis, termasuk agribisnis. Kegiatan pemasaran dapat menjadi sumber kegagalan perusahaan dan atau menjadi tempat pemborosan jika tidak direncanakan dengan baik. Banyak pengusaha agribisnis, terutama yang berskala menengah ke bawah sering kali mengalami kesulitan dalam menyusun Program Pemasaran secara formal, sehingga produk yang dihasilkan tidak mampu mencapai pasar sasarannya. Dengan demikian, pada edisi kedelapan Majalah Komoditas ini, dipaparkan “Teknik Menyusun Suatu Rencana Pemasaran”
Suatu rencana pemasaran pada umumnya berisi delapan bagian, yakni : Ringkasan Eksekutif; Analisis Situasi; Analisis SWOT dan Analisis Masalah; Sasaran Pemasaran; Strategi Pemasaran; Program Aksi; Proyeksi Rugi Laba; dan Pengawasan (Kotler, 1994). Masing-masing bagian tersebut akan diuraikan di bawah ini.
1. Ringkasan Eksekutif. Ringkasan eksekutif tersebut merupakan ikhtisar dari seluruh rencana pemasaran yang telah dibuat, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal pokok isi rencana pemasaran tersebut.
2. Analisis Situasi. Menyajikan data dan informasi mengenai situasi pemasaran, yang meliputi :
a. Situasi Pasar. Data dan informasi mengenai besar dan pertumbuhan pasar selama beberapa tahun dan kecenderungannya pada beberapa tahun mendatang, serta kecenderungan perubahan persepsi dan perilaku konsumen.
b. Situasi Produk. Data perkembangan penjualan, tingkat harga, marjin kontribusi, dan keuntungan.
c. Situasi Persaingan. Data pesaing menyangkut, kapsitas, pangsa pasar, tujuan dan strategi, mutu produk, dan berbagai karakteristik pesaing yang relevan.
d. Situasi Distribusi. Jenis, jumlah, wilayah dan peranan saluran distribusi (mis. sumber informasi, sarana promosi, berusaha menambah pembeli, melakukan penyesuaian, melakukan negosiasi harga dan cara pembayaran, melakukan distribusi fisik saja, melakukan pembiayaan distribusi, dan atau turut menanggung resiko.Situasi Lingkungan Makro. Situasi lingkungan demografi, ekonomi, sosial budaya, politik, hukum, hankam, dan teknologi.
3. Analisis SWOT dan Analisis Masalah. Melakukan identifikasi dan analisis terhadap peluang dan ancaman yang mungkin dihadapi oleh perusahaan sebagai hasil intraksi lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Pengaruh hasil intraksi lingkungan internal perusahaan juga perlu diidentifikasi dan dianalisis berupa kekuatan dan kelemahan. Dengan demikian, setelah analisis SWOT dilakukan dirumuskanlah masalah-masalah pokok yang harus dijadikan dasar dalam penentuan sasaran, strategi dan rencana aksi/taktik
.
4. Sasaran. Mendefinisikan sasaran (tujuan) yang ingin dicapai, baik sasaran keuangan maupun sasaran pemasaran. Sasaran keuangan antara lain adalah ROI, Arus kas, dan keuntungan. Sasaran pemasaran antara lain adalah target dan pertumbuhan penjualan, pangsa pasar, jangkauan pemasaran, jumlah saluran distribusi, tingkat harga, dll
5. Strategi Pemasaran. Strategi pemasaran dirumuskan berdasarkan SWOT dan sasaran yang ingin dicapai, dan penetapannya terutama didasarkan pada pertimbangan biaya dan manfaat, serta kemampuan sumberdaya untuk melaksanakannya. Contoh pernyataan strategi pemasaran kecap lokal merek X (hipotetik) dipaparkan di bawah ini.
. Pasar sasaran : Kelas menengah ke bawah.
a. pemenpatan : produk kecap yang kaya dengan protein enak dan murah.
b. Lini produk : melakukau diversivikasi merek dan kemasan untuk menbedakan segmen pasar kelas menengah dan kelas bawah dan dengan harga yang berbeda.
c. Harga : sedikit lebih rendah dari harga pesaing.
d. Saluran distribusi : konsentrasi pada warung-warung, grosir dan warung baso dan mie rebus.
e. Tenaga penjual : menambah jumlah dan meningkatkan kamampuan tenaga penjual serta memberikan insentif yang baik.
f. Pelayanan : produk mudah dan murah untuk diperoleh.
g. Promosi: meningkatkan anggaran promosi untuk mencetak leaflet/ spanduk kecil yang akan ditempatkan di warung-warung, serta untuk hadiah.
h. Litbang : menaikkan anggaran sebesar 10% untuk menyempurnakan disain label kemasan untuk segmen kelas menengah.
i. Riset pemasaran : menekankan pada kegiatan marketing intelegent untuk mengamati gerak-gerik pesaing, serta melakukan jejak pendapat mengenai persepsi konsumen terhadap produk kecap merek X.
6. Program Aksi. Berisi rincian setaip unsur dari strategi pemasaran yang telah disusun, terutama untuk menjawab apa yang akan dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan, dan berapa biayanya?.
7. Proyeksi Rugi Laba. Menyusun anggaran dan proyeksi rugi laba dari rencana pemasaran yang akan dilakukan.
8. Pengendalian. Menyusun rencana evaluasi dan monitoring secara berkala mengenai pelaksanaan rencana, sehingga penyimpangan dalam pelaksanaan dapat segera dilakukan pengendalian.
Langganan:
Postingan (Atom)